Search This Blog

Wednesday, March 30, 2011

Tingkat kebahagiaan Anda

Tingkat kebahagiaan Anda bisa menjadi gangguan yang amat serius dan akan mengganggu rasa syukur dan optimisme Anda.
be well,
Dwika - Managing Consultant






Leadership Therapy
by: RHENALD KASALI 
Benarkah para pemimpin atau eksekutif saat ini harus diterapi? Kalau ya, siapa therapist-nya? Pertanyaan seperti ini belakangan banyak muncul dari tokoh-tokoh penting, para CEO, dan pengusaha yang menghendaki usahanya sustainable. Saya tidak tahu persis apakah mereka yang memimpin negara ini pernah memikirkannya. Masalahnya sederhana saja, hubungan antarpemimpin belakangan ini cenderung memburuk. Entah mengapa sekarang ini banyak pemimpin yang cenderung membiarkan anak-anak buahnya bicara bebas semau hati. Katanya, inilah era kebebasan. Bebas berbicara. Pemimpin tidak boleh mengontrol terlalu banyak,apalagi menyetel atau memaksa. Anehnya, orang-orang yang sedang menikmati kebebasan ini justru senang mengontrol orang lain, mudah marah, dan cenderung provokatif seperti remaja yang kekanak-kanakan. Lihat saja anak-anak SMU yang menulis sesuka hati apa yang mereka pikir tentang kepala sekolahnya di media Facebook. Menurut media massa beberapa hari lalu,beberapa siswi yangmasihmudaitudikeluarkan dari sekolah karena menuduh kepala sekolahnya korupsi.Sewaktu diwawancara televisi,dengan polosnya mereka mengatakan, Namanya juga anak-anak,buat rame-ramesaja. Orang tua tidak terima karena anaknya dikeluarkan dari sekolah.Tetapi,keputusan sudah diambil. Selain enteng mulut yang menyulut kebencian, entah mengapa pula banyak pemimpin yang suka mengangkat orang sesuka hati.Orang-orang yang tidak capable terlihat di mana-mana. Aneh sekali perubahan cuaca di negeri ini.Mereka yang jujur, pintar, berani, dan mau bekerja justru banyak tidak dipakai. Sebaliknya, orang-orang yang asal duduk, banyak senyum, kurang bertenaga,justru banyak diberi kesempatan.Akibatnya tidak ada wibawa.Terkontaminasilah seluruh kepemimpinan yang bagus oleh hadirnya orang-orang yang buruk. Orang-orang yang demikian biasanya sudah beranggapan dirinya adalah pemimpin kala berhasil memegang surat keputusan (SK) yang berisi tentang pengangkatannya. Kata pakar leadershipJohn Maxwell, kalau seseorang memimpin hanya karena punya jabatan, itu sama dengan pejabat level satu.Anak-anak buah menurut karena diharuskan. Tak ada kepengaruhan sama sekali. Semua orang bekerja karena fear factor (rasa takut). Pemimpin yang menakutnakuti adalah pemimpin yang tak punya daya pengaruh.Apa yang harus direspeki dari pemimpin yang demikian? Anda tahu apa akibatnya? Organisasi yang diisi atau dihiasi para pemimpin level satu ini memicu konflik dan intrik. Orang saling menjelek-jelekkan satu sama lain hanya karena berebut SK,berebut kursi.Objective( tujuan) dari perkelahian itu adalah sekadar mengganti pejabat atau pemegang kursi. Tetapi,pertengkaran seperti ini bungkus luarnya seakan-akan heroik dan berani sekali. Pembersih Udara Bila otak butuh oksigen,oksigen membutuhkan saringansaringan pembersih udara. Udara yang kotor akan membuat otak lemah, lamban bekerja, mengecil, bahkan dapat membusuk. Dapatkah Anda bayangkan bila otak pemimpin Anda mengecil atau lamban bekerja? Maka seberapa pun cerdasnya otak akademis seseorang, kalau dibesarkan dalam udara yang kotor,kemungkinan besar output dari processor itu akan sia-sia. Itu sebabnya para CEO membutuhkan leadership therapy untuk memperbaiki kinerja organisasinya.Terapi ini mirip dengan memasang saringan udara pada mesin pendingin di ruangan Anda. Belakangan ini merek-merek terkenal bahkan memasang pembersih udara yang mampu membunuh kumankuman dan bakteri. Dan layaknya saringan udara di daerah yang kadar polusinya tinggi, ia harus semakin sering dibersihkan. Biasanya proses terapi ini dimulai dengan pengenalan cara berpikir masing-masing yang sangat mudah diukur. Kendati demikian, tentu saja diperlukan kematangan seorang therapist. Minggu lalu saya mencoba mengeluarkan sejumlah alat yang sudah lama saya pakai dan uji untuk menerapi sekelompok eksekutif pada sebuah perusahaan nasional. Sekilas tak ada masalah di antara mereka. Hubungan baik-baik saja,vertikal maupun horizontal. Tetapi, begitu proses terapi dimulai, satu persatu masalah mulai terdeteksi.Biasanya saya mulai dengan mengukur brain color masing-masing eksekutif karena dari sanalah benih-benih konflik mengakar.Manusia terlalu asyik dengan brain color-nya masing-masing dan beranggapan perbedaan cara pandang sebagai musuh. Perbedaan menimbulkan ketidaknyamanan. Dari brain color, saya pun mengukur belief masing-masing yang menghasilkan dua jenis cara berpikir yaitu positivedan negative.Hampir dapat dipastikan,belief negativeakan menarik believer-believer negative yang dimiliki orang-orang lain. Mereka bersekutu sehingga komunitas negative believer itu merasa pandangan dirinya tentang sesuatu hal adalah benar karena jumlah pengikut sesama negative believer itu menjadi cukup besar. Puncak dari terapi itu akan bermuara pada tingkat kebahagiaan. Seberapa cerdas dan kritisnya seseorang, bila cara berpikirnya sangat sinis dan negatif, dapat dipastikan orang ini merasa diperlakukan tidak adil, kurang diperhatikan, menjauh dari cinta, dan mengalami luka dalam kepercayaan. Mereka akan mengalami kesulitan menata diri dan orang lain. Tingkat kebahagiaan menjadi gangguan yang amat serius dan akan mengganggu rasa syukur dan optimisme seseorang. Tak banyak pemimpin atau eksekutif yang menyadari, di balik wajah-wajah manis yang sekilas tampak optimistis,mereka menyimpan kegalauan besar tentang hari esok. Optimisme menyangkut dua elemen sekaligus yang biasanya dipisahkan yaitu harapan-harapan bagus dan harapan-harapan buruk. Saya banyak menemukan kenyataan, orang-orang yang memiliki harapan-harapan bagus ternyata menyimpan segudang harapan-harapan buruk. Dan keduanya saling menghilangkan, membuat hasil yang dicapai manusia yang bekerja keras tidak sebagus harapan-harapan rasional seseorang. Para pemimpin dan eksekutif seperti ini tentu memerlukan jalan keluar. Mereka tidak dapat dilepas untuk memimpin perusahaan, apalagi negara. Memimpin sebelum saringan lengkap dengan filter pembunuh kuman dipasang di sisi pikiran adalah rawan dan merugikan.

Cukup

Isi bumi ini cukup untuk memberi makan seluruh penduduk bumi, namun tak akan pernah cukup untuk memberi makan satu saja orang yang rakus.
be well,
Dwika - Managing Consultant



Kelas Menengah yang Rapuh
by:RHENALD KASALI

Setiap kali mengunjungi teman-teman lama yang bertempat tinggal di Amerika Serikat atau Eropa,sahabat- sahabat saya sering sekali mengajak ”tur keliling rumah”.

Dan setiap kali tur dimulai, mereka dengan senang mengucapkan kalimat yang sama: ”This is a typical house of middle class family.” Mengapa mereka mengatakan demikian? Tentu saja mereka tidak mengklaim diri sebagai kelas atas yang kaya raya.Mereka adalah representasi pekerja keras yang berjuang siang-malam untuk mendapatkan penghasilan layak.Suami meraih gelar doktor dalam bidang IT,bekerja di sebuah vendorperusahaanterkenal di Silicon Valley.Sedangkan istri bekerja di sebuah retail besar, menjadi kasir. Pasangan ini memiliki dua buah mobil,dua anak remaja yang masih bersekolah, danseekoranjingyangtercatat sebagai anggota keluarga. Garasinya dilengkapi pembuka otomatis dan dapat dikontrol dari mobil. Di bagian belakang ada pekarangan kecil yang ditumbuhi sebuah pohon jeruk sunkist yang rajin berbuah.

Tetapi untuk membiayai rumah dan membiayai kehidupan yang layak,suami-istri bekerja penuh waktu. Rumah yang mereka tempati bukanlah rumah milik yang dibeli tunai seperti yang banyak dimiliki kelas menengah Indonesia. Mereka membeli hipotek dengan tenggang waktu 75 tahun. Kalau pemiliknya meninggal dunia, rumah dan asetnya dilelang, pembeli baru membelinya dengan hipotek baru dan bank mendapatkan pelunasannya. Anak-anak tak berharap banyak dari warisan sebab pajaknya tinggi sekali. Lagi pula,mereka umumnya sudah mandiri. Lantas bagaimana kelas menengah di sini?

Orang Kaya Baru 
Tahun lalu ADB mengumumkan, sepanjang 2002– 2008,ada 102 juta orang miskin Indonesia yang berhasil naik kelas dan bergabung menjadi kelas menengah. Sedangkan Bank Dunia minggu lalu mengumumkan, jumlah kelas menengah Indonesia mencapai 131 juta.
Kenaikan ini sepertinya memberi legitimasi bagi pemerintah bahwa jumlah orang miskin telah jauh berkurang. Bagi Anda yang kritis, melihat angka sebesar itu (46% dari jumlah penduduk), mungkin Anda akan mengatakan dengan cepat, ”tidak mungkin!” Bahkan sangat mungkin Anda pun sangat tidak senang dimasukkan sebagai kelas menengah. ”Ah, kita kan rakyat kecil saja.” Sekalipun mereka ke kampus atau ke kantor sambil berkendaraan motor atau mobil dan menjinjing dua buah telepon seluler. Begitulah kondisi kita dewasa ini. Kalau lembaga asing yang bicara tidak kita percayai dan sebaliknya apa yang kita katakan tentang diri kita, tidak diamini dunia internasional. Apalagi setiap hari berita yang kita baca hanyalah soal penggunjingan tentang kemiskinan.

Padahal, porsi iklan terbesar di media masa sudah bukan lagi soal sekolah, pertanian, atau pengobatan tradisional, melainkan perbankan, telekomunikasi, asuransi, automotif, logistik, perawatan tubuh (wajah, kulit, dan berat badan), department stores, dan iklan-iklan korporat. Akibatnya,banyak di antara kita yang menjadi serbakebingungan. Apakah data itu dapat dipercaya? Namun anehnya, kebingungan tak terjadi di China dan India.Mereka justru menyambut pengumuman itu dengan suka cita.Akhir tahun lalu,ADB mengatakan,ada 817 juta jiwa baru yang bergabung sebagai kelas menengah di China,dan 274 juta jiwa baru di India. Jadi, Indonesia adalah negara yang kelas menengahnya tumbuh ketiga terbesar di dunia setelah kedua negara tersebut. Dengan angka sebesar itu, mereka melakukan pemasaran tempat (marketing of places) untuk kunjungan wisata dan belanja,perawatan kesehatan, kunjungan spiritual, investasi, dan tempat tinggal bagi pensiunan berkantong tebal.
Mereka ingin terus memacu kesejahteraan baru. Sedangkan di sini, kita justru meragukannya. Kita katakan diri kita rapuh, tidak mandiri, dan berpotensi miskin kembali. Mengapa seperti itu? Saya pikir, obrolan-obrolan seperti itu tidak 100% benar, tetapi juga tidak 100 % salah. Obrolan-obrolan seperti itu hanya mencerminkan lemahnya tiga kepercayaan, yaitu percaya diri (self confidence), percaya pada penguasa (public trust),dan lemahnya kejujuran di hadapan Tuhan (believe in God). Believe, confidence, dan trust sama-sama berarti percaya, ketiganya saling berhubungan dan saling menopang. Ketika satu goyah, yang lain ikut terganggu. Ketimpangan ini adalah indikator kuat untuk menjadi bangsa yang kurang bersyukur, dan muaranya jelas: bangsa yang tidak bahagia. Semua terjadi karena selama kurun waktu yang panjang pemimpinnya gagal mengembalikan kepercayaan.

Dalam era single direction dan pemerintahan otoritatif di masa lalu, kepercayaan dibangun dengan kampanye seduktif melalui pencitraan yang dilakukan lewat pidato, pengarahan, sidang kabinet, iklan-iklan para menteri satu arah, dan public relations. Dalam era demokrasi sekarang, kata partisipasi menjadi kunci yang penting. Partisipasi adalah co-creation,kustomisasi (dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing). Semua diawali dari program dan produk yang benar. Tentu bukan hanya di Indonesia kelas menengah itu rapuh dan mudah terserang depresi. Di Singapura, selama bertahun-tahun warga kelas menengah juga dilanda kecemasan saat negerinya dilanda virus flu burung, SARS, dan sebagainya.

Pariwisata yang menjadi sumber penghasilan utama warga kelas menengahnya lenyap seketika, dan para pekerja sektor jasa begitu mudah jatuh miskin. Demikian pula di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa saat dunia dilanda krisis ekonomi. Mereka dengan cepat berubah menjadi penganggur yang tak mampu membayar sewa rumah dan listrik. Ekspor mereka drop dan kemampuan keuangan kelas menengah hancur. Namun, mengapa mereka tetap pede mengklaim sebagai bangsa kelas menengah dan warga negara sejahtera? Jawabnya adalah peranan negara.Seperti amanat UUD 45 di sini,mereka juga punya pasal yang berbunyi, ”Fakir miskin dan orang-orang terlantar menjadi tanggungan negara.

”Bedanya, di negara-negara sejahtera, pasal itu benar-benar dijalankan, bukan cuma berlalu menjelang pemilu saja.Setelah pemilu, kesejahteraan cuma terbagi di kalangan penguasa dan politisi. Sistem politik kita telah merampas kesejahteraan yang dijamin undang-undang yang memungkinkan bagi rakyat miskin menikmati kesejahteraannya. Anda tentu sudah membaca, berapa besar seorang gubernur terpilih harus mengembalikan modalnya saat berkuasa karena biaya ”mas kawinnya” dengan partai politik sebesar Rp40 miliar.

Belum lagi biaya kampanyenya. Lumrah kalau bagi-bagi kesejahteraan tidak menetes ke bawah. Saya masih ingat saat mengambil program doktor di Amerika Serikat hampir 20 tahun lalu.Sebagai asisten dosen dan peneliti,penghasilan yang saya terima dari kampus sebesar USD1.250 plus asuransi dan bebas uang kuliah.Karena berpenghasilan, maka saya tercatat sebagai pembayar pajak. Tetapi, istri dan anak tidak memiliki asuransi kesehatan. Kami masuk dalam kategori penduduk miskin. Kendati demikian, negara memenuhi kewajibannya.Penduduk miskin berhak menikmati sekolah gratis yang bagus, serta bebas memilih rumah sakit untuk perawatan kesehatan. Tidak perlu antre di tempat kumuh. Pasien miskin menikmati layanan yang sama dengan mereka yang mampu membeli asuransi.

Kalau kehilangan pekerjaan, negara memberi food stamp untuk membeli makanan. Di Singapura, saat pengangguran besar-besaran terjadi, negara juga mengeluarkan tabungannya.Pendidikan, kesehatan,dan kecukupan gizi menjadi perhatian penting. Dan yang lebih menarik, negara turut memasarkan sumber daya manusia (SDM)-nya yang belum mendapatkan pekerjaan. SDM asing dibatasi, pekerjaan diberi keutamaan bagi warga negara, meski perusahaan yang beroperasi adalah multinasional.

Jadi, perbaiki kepercayaan dan jalankan apa yang sudah diamanatkan undang-undang. Lalu berhentilah menjadi penguasa yang tamak. Seperti kata Gandhi,isi bumi ini cukup untuk memberi makan seluruh penduduk bumi, namun tak akan pernah cukup untuk memberi makan satu saja orang yang rakus.(*)

Sesuai SOP

Di Jepang semua orang bekerja sesuai SOP, dan menyesuaikan diri dengan masing-masing selera adalah masalah besar. Namun begitu berada dalam sebuah tim, mereka pun menunjukkan keperkasaannya.Orang-orang Jepang bagi saya adalah sosok yang agak pemalu tetapi sangat santun dan bicaranya halus. Terkesan tidak ingin menonjolkan diri dan secara individu tidak begitu dominan. 
be well,
Dwika - Managing Consultant





Sikap Penduduk Jepang
**seputar-indonesia.com
 Bagaimana takjubnya dunia terhadap perilaku penduduk Jepang pasca musibah Tsunami, sudah banyak Anda baca. Dunia kagum dengan kedisiplinan dan kerukunan orang Jepang melewati masa-masa sulit.
Tak ada rebutan makanan walaupun perut kosong atau anak menangis. Tak ada saling serobot lalu lintas meski sudah lebih dari lima jam jalan tidak bergerak. Tak ada amarah atau komplain yang diucapkan kendati listrik terus menerus padam dan kereta api tak kunjung dating.
Semua orang tahu bagaimana cara menahan diri.
Apa yang membuat orang-orang Jepang mampu menahan diri seperti itu?

Sumimasen
Setiap kali saya bersenggolan di Tokyo atau di Osaka yang padat, kata Sumimasen menjadi begitu familiar di telinga saya. Begitu cepat orang menyenggol mengatakan kata tersebut yang berarti “permisi” atau “maafkan saya.”
Anak-anak di Jepang begitu cepat mengucapkan kata itu satu dengan lainnya, disertai anggukan kepala sebagai tanda respek.
Selama beberapa kali melakukan kunjungan dan studi di Jepang, seingat saya hampir tidak pernah saya melihat orang Jepang berkelahi atau rebut mulut. Bahkan saya tak pernah melihat orang-orang Jepang bertatap mata dengan tajam seperti yang sering kita saksikan saat remaja-remaja kita bertengkar. Tawuran? Ini apalagi. Praktis tidak terdengar.
Di Anyer, seorang teman yang membuka usaha rumah makan Jepang yang dilengkapi pijat sehat bercerita bahwa pelanggan-pelanggannya semula adalah para eksekutif Jepang yang sedang bertugas di sana. Entah karena apa, belakangan di sekitar Anyer datang pekerja asal Korea dan mereka secara beramai-ramai mendominasi tempat pijat. Tentu saja hal ini membuat pelanggan asal Jepang terdesak.
Anda tahu apa yang dilakukan keluarga asal Jepang yang terdesak itu? Mereka diam seribu bahasa dan memilih mundur perlahan-lahan. Tak ingin terlibat dalam keributan telah menjadi karakter penduduk Jepang.
Beberapa pemuda magang asal Indonesia yang saya temui di Osaka September tahun lalu bercerita bagaimana nilai-nilai itu dibangun di Jepang. Berbeda dengan di Tanah Air, katanya, di Taman Kanak-kanak tidak diajarkan matematika.
Lantas apa yang diajarkan?
“Mencuci piring, mengepel, dan origami,” ujarnya.
                   “Satu lagi, kalau bersentuhan mereka harus Cepat-cepat bilang sumimasen,” katanya.
Berbeda dengan di Indonesia. Taman kanak-kanak yang tak lain adalah tempat bermain telah berubah menjadi sekolah yang dilengkapi target yang luar biasa ambisius. Di pintu sekolah, ibu-ibu muda menggunjingkan pelajaran berhitung dengan membanggakan anak-anaknya yang katanya sudah pintar menghafal angka satu sampai seratus.
Sementara itu stasiun televisi sangat getol menampilkan anak-anak pandai menghafal nama-nama negara atau bendera berbagai bangsa . Tak ada yang mempersoalkan anak-anak itu berbicara sambil mengunyah makanan atau terduduk-tidur seenaknya. Kita telah lebih mengedepankan aspek kognitif ketimbang aspek psiko-motorik yang menjadi pembentuk karakter yang penting.

S.O.P
Orang-orang Jepang bagi saya adalah sosok yang sangat menarik. Agak pemalu tetapi sangat santun dan bicaranya halus. Terkesan tidak ingin menonjolkan diri dan secara individu tidak begitu dominan. Namun begitu berada dalam sebuah tim, mereka pun menunjukkan keperkasaannya.
Manajemen Jepang pada dasarnya adalah manajemen S.O.P atau Standard Operating Procedure. Apapun juga mereka ingin standarisasikan. Prinsipnya semua harus dibuat tertulis, persis seperti filosofi ISO, “write what you do, and do what you write” (Tulis apa yang Anda kerjakan, dan kerjakan seperti yang tertulis).
Dengan modal SOP seperti itu, Jepang membangun industrinya, detail, terencana, repetisi, dan terkoreksi melalui mekanisme control. Setiap kali seseorang menemukan sebuah produk dari sebuah sampel yang diambil ada yang cacat, proses produksi pun dihentikan. Mereka memencet tombol, mesin berhenti, dan semua orang dalam satu line di pabrik segera masuk ruang rapat. Mereka menelusuri sebab-sebabnya dan memperbaikinya on the spot.
Seorang bintang olah raga baseball Jepang mengatakan, “Yang paling saya bosan bermain di sini adalah seringnya coachmeminta time out.”
Mereka rewel dan detail, tetapi hasilnya luar biasa.
Cerita lain soal SOP dialami istri saya saat ia membeli kamera yang menjadi hobi anak kami. Dua jam ia berbicara dengan petugas hanya untuk meminta agar kamera yang dibelinya dapat diganti bagian-bagian tertentunya, ternyata tidak selesai-selesai. Pegawai KBRI yang menjemput kemudian memberitahu kami: “Di sini kalau Anda memesan makanan terimalah sesuai menu. Kalau di Indonesia Anda bisa meminta pesanan makanan ditambahkan cabai, kurangi lemak, tambahkan jamur atau buat lebih asin, demikian mudah. Di Jepang semua orang bekerja sesuai SOP, dan menyesuaikan diri dengan masing-masing selera adalah masalah besar.”
Mungkin karena itu pulalah, bapak dan ibu mengalami kesulitan untuk mengirim bantuan makanan, obat-obatan, pakaian atau bahkan relawan kemanusiaan untuk membantu evakuasi para korban Tsunami di Jepang. Semua sudah ada SOPnya, dan standar mereka begitu tinggi. Kontrol begitu ketat, demi sebuah kesejahteraan.
Namun apapun yang terjadi, tetaplah menunduk, mohon ampun, dan berdoalah agar saudara-saudara kita yang terkena musibah di Jepang diberi kekuatan dan semoga arwah para korban diberi ampunan. Kita juga berdoa agar musibah seperti itu menjauh dari Tanah Air.

 http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/387609/34/

Marketing

Pemasaran adalah ilmu “proses”, bukan ilmu “instant”.
be well,
Dwika - Managing Consultant



Strategi Satu Malam
by:  Rhenald Kasali

Beberapa tahun lalu ada pembicara seminar yang menjual kiat cara sukses dalam dua hari. Setelah lewat beberapa bulan, saya mendengar igauan yang dijual menjadi lebih dahsyat lagi, yaitu “menjadi kaya dalam waktu dua jam”.

Rekan-rekannya yang lain juga tak mau kalah, bahkan memasuki sektor pendidikan dengan menjual impian pada orang-orang tua. Kali ini topiknya bergeser, yaitu membuat anak menjadi pintar dalam dua jam.

Bombastis bukan? Kalimat-kalimat yang ditawarkan dalam iklan begitu merangsang. Kalau Anda kritis maka Anda akan berkata: “This is too good to be true”. Rasa-rasanya kok tak semudah itu. Namun fakta sebaliknya justru terjadi. Di beberapa stasiun radio saya mendengar pendengar acara seduktif ini begitu banyak. Pertanyaan-pertanyaan yang masuk via SMS dan Twitter mencapai ratusan setiap kali tayang. Semuanya laku bak kacang goreng melebihi kehebatan batu Ponari.

Kalau Anda berprofesi sebagai pendidik harusnya Anda merasakan kegelisahan: Penipuan apa yang tengah terjadi? Igaunan seperti ini sama bentuknya dengan iklan-iklan yang banyak ditemui di dunia maya dengan produk-produk bombastis seperti ”Bikin duit dotcom” atau ”Kejar duit dotcom”. Mereka menjanjikan ”akan membuka satu-satunya rahasia untuk membuat Anda kaya raya dalam sekejap.” Ongkosnya pun murah, hanya dua ratus ribu rupiah.

Di dorong oleh orang tua yang gelisah, anak-anak muda dipacu memasuki dunia imaginer yang semu, yang seakan-akan ada kebodohan yang membuat hidup orang tua selama ini ”tidak kaya”. Sukses diidentikan dengan kaya. Sesuatu yang sungguh menggoda dan bagi orang-orang yang gelap mata, tak ada kata win-win dalam mengejar kesuksesan itu. Win-lose juga oke.



Pemasaran Satu Malam

Lain cerita banyak beredar di lingkungan para pembina PKBL atau CSR yang menangani komunitas usaha-usaha mikro. Hal serupa juga ada di lingkungan para birokrat yang menyalurkan dana-dana untuk memajukan UMKM. Dan samar-samar juga terdengar ada di sejumlah pengusaha kecil.

Ceritanya adalah soal usahawan-usahawan mikro yang kesulitan pemasaran. Bertahun-tahun usaha dibangun, yang datang hanya jatuh-bangun saja. Memproduksi tidak ada masalah. Jualnya lah yang selalu bermasalah. Order kadang ada, kadang tidak. Namun begitu ada order besar, tidak bisa dipenuhi.

Semua orang itu minta diajari ”cara” supaya berhasil. Dan yang ada di kepala mereka adalah “cara-cara” yang cepat. Mereka minta ditunjukkan kesalahan-kesalahannya. Dan kalau ini bisa ditemukan, maka bisnisnya bisa menjadi sukses. Mereka butuh cara instant karena bisnis sudah separuh jalan. Argo bunga kredit berjalan terus dan perut tak bisa disuruh berhenti makan.

Namun tahukah Anda, tak ada satu ilmu bisnispun yang mengajarkan cara instant kecuali model-model penipuan seperti money games, hipnotis, jual seminar yang bombastis, kejarduit dotcom atau seperti yang dilakukan dua perempuan yang hari–hari ini sedang menjadi berita besar? Yang satu bekerja di Bank dengan memanipulasi data keuangan nasabah. Yang satu lagi dengan berpura-pura menawarkan peluang bisnis.

Ketika Anda meminta dibantu “pemasaran”nya, maka Anda pun harus “bangun” dari tidur Anda bahwa pemasaran adalah ilmu “proses”, bukan ilmu “instant”. Anda tidak mungkin menjual lebih banyak pasta gigi hanya dengan memperbesar bibir tube pasta agar orang memencet lebih banyak sehingga frekuensi pembelian menjadi lebih sering.

Cara ini bukanlah ”value creation” melainkan pemborosan yang pembelinya dapat dibangunkan. Ketika konsumen sadar telah tertipu, Anda telah kehilangan satu-satunya modal besar seorang pengusaha, yaitu reputasi.

Kalau Anda ingin anak-anak Anda kelak kompetitif di dunia usaha atau dunia maya, ajarkanlah bagaimana ia memiliki goals yang baik dan beritahu kepadanya proses-proses apa yang harus ia lewati. Sama halnya dengan kegelisahan para pembina UMKM, cukup ajarkan para pengusaha cara membangun proses yang benar.

Tentu saja setiap proses makan waktu, untuk membuat produk Anda diterima oleh pasar, ada serangkaian proses yang harus Anda lewati. Mulai dari pengenalan produk, perbaikan isi, penyempurnaan kemasan, pengenalan nama danrebranding, pemilihan lokasi, promosi dan komunikasi , dan seterusnya.

Selama proses itu benar, maka muaranya diduga akan menghasilkan output yang benar. Dalam proses itu terjadi penyempurnaan yang bagi sebagian manusia instant akan dianggap menjemukan. Mereka ingin cepat-cepat meninggalkan proses itu dan masuk pada aktivitas yang menghasilkan banyak uang. Sebaliknya proses tak bisa dibuatinstant.



Wirausaha Beretika

Saat saya menulis kolom ini, di Rumah Perubahan, kami tengah membimbing puluhan wirausahawan muda. Sebagian diantara mereka sudah memiliki omset antara Rp 40 juta hingga 100 juta. Tetapi ada juga yang sambil malu-malu menyebutkan omsetnya hanya dua juta rupiah perbulan

Pepatah lama mengajarkan, “tidak penting Anda memulainya dari mana, melainkan muaranya sampai kemana.”

Saya menyaksikan orang-orang yang mengklaim dirinya telah tumbuh menjadi sukses dengan acuan pada angka yang telah dicapai hari ini ternyata belum memiliki business process yang benar. Mungkin juga mereka adalah produk dari guru-guru jalan pintas yang selama ini mengajarkan jurus sukses 2 jam seperti yang banyak kita lihat.

Kepada mereka tentu saja kita perlu meluruskan bahwa proses bisnis yang buruk akan mengantarkan mereka pada muara yang tidak mereka inginkan, yaitu hilangnya kepercayaan atau bahkan, masuk penjara seperti para koruptor dan penipu.

Mereka yang telah mencapai omset besar ternyata lebih banyak menggunakan kentungannya untuk konsumsi gaya hidup ketimbang memasukkannya kembali ke dalam bisnis menjadikan laba yang ditahan sebagai modal untuk memperbesar usaha. Bagi mereka inilah esensi dari ”passive income” yang banyak diajarkan di dunia ”mimpi” jalur cara cepat menjadi kaya.

Tak ada resep lain berbisnis yang sehat selain membangun proses yang benar. Dan proses yang benar inilah yang menjadikan perusahaan-perusahaan nasional naik kelas, menjadi sebesar Astra International, Indofood, Bank Mandiri atau BNI, Triputra, Adira, dan seterusnya. Mereka rela menunda kenikmatan hari ini untuk menikmati ketenangan di hari tua

Murid yang sudah menemukan pintunya

Pendidik seringkali tidak sabar hanya senang mengajar  anak didiknya yang pintar-pintar, yang sudah jadi dengan sendirinya. Yang tak perlu dibimbing sudah menemukan pintunya. Tak perlu diberi banyak mereka bisa mengerjakan. Murid kurang pandai adalah bagian terbesar orang yang datang ke sekolah juga punya banyak kesibukan, aktivitas atau ketertarikan yang berbeda sehinga perlu perhatian khusus dari pendidik.
be well,
Dwika - Managing Consultant


Sinis, Kritis, dan Tobat
by: Rhenald Kasali

Seorang guru mendekati saya sambil membawa halaman depan koran Sindo tertanggal 15 Juli 2010. Tentu terkejut karena di situ ada kolom saya yang berjudul Encouragement. “Saya seperti tertampar,” ujarnya. Dia meminta saya menuliskan sesuatu dan membubuhkan tanda tangan di koran itu. Saya masih belum mengerti.
Beberapa hari yang lalu dosen-dosen senior di UI juga mendatangi saya dan mereka bertanya apakah kolom itu ditujukan pada mereka. “Saya pikir apa Pak Rhenald tahu kejadian di kelas saya,” ujarnya. Saya katakan seadanya bahwa saya tidak tahu apa yang terjadi.
Di Surabaya seorang dosen mengangkat tangannya saat mendengar ucapan saya agar pendidik tidak men-“discourage” mahasiswa. Dalam pembekalan para pengajar kewirausahaan itu ia mengatakan. “Saya ini disebut mahasiswa sebagai dosen killer,” ujarnya. “Apa saya salah? Toh ada mahasiswa yang jadi,” katanya lagi.
Di fakultas hukum UI, setelah memberikan orasi berjudul “Dosen Harus Menulis,” seorang dosen muda menghampiri saya. “Saya membaca tulisan Encouragement itu dari mahasiswa saya di Belanda. Ia gagal lulus dengan cumlande karena saat melakukan tugas ilmiah ke negeri kincir angin itu, dosen yang mengasuh kelas yang ditinggalnya berang dan ia diberi nilai C untuk mata kuliah tersebut.” Saya katakan, ia harus bersyukur, berarti C itu mahkota di antara nilai-nilai A yang bertaburan di Transkript ijazahnya.
Hal serupa juga dialami seorang mahasiswa di Jogja yang harus mengulang mata kuliah yang sama sebanyak tiga kali karena mahasiswa itu memilih pergi ke Jakarta sehingga mengikuti sebuah lomba kewirausahaan (dan ia menang). Masih banyak cerita dan kejadian-kejadian lain yang saya dengar langsung dari banyak orang yang ingin berbagi pengalaman terkait tulisan itu. Saya juga heran mengapa tulisan itu di posting dibanyak milis dan didiskusikan sejumlah pihak. Tetapi belakangan saya menyadari, rupanya sudah cukup banyak orang yang menjadi korban, ulah dari orang-orang yang sok kuasa, guru yang salah kamar atau dosen yang salah karier, sok pinter, sehingga selalu menganggap dirinya yang paling benar dan orang lain selalu salah dan bodoh. Mereka bangga dianggap killer karena di kelas yang diasuhnya hanya satu atau dua orang yang bisa lulus. Selebihnya mendapat nilai D dan E.

Berdiri Sama Tinggi
Di hadapan rapat dosen untuk menyambut semester baru di MMUI saya membuat gambar sketsa orang di white board. “Inilah Bapak dan Ibu,” ujar saya. Di sebelahnya saya menggambar sketsa orang lain yang tingginya separuhnya. “Inilah anak didik kita. Mereka baru setinggi ini ilmunya, sedangkan bapak-ibu setinggi itu. Sudah hebat, buku-buku dan jurnal-jurnal yang dibaca sudah banyak sekali. Pengalamannya juga sudah tinggi,” sambung saya.
Lalu disebelahnya saya menggambar seseorang yang lebih tinggi, bahkan dua kali ketinggian bapak-ibu guru. “Nah ini mereka sepuluh tahun lagi. Mereka bisa lebih tinggi dari kita. Kalau ini terjadi, bapak ibu adalah guru yang berhasil. Itulah pentingnya encouragement,” lanjut saya.
Mengapa hal itu saya sampaikan? Karena saya mengerti banyak guru yang tidak sabar. Guru-guru yang tidak sabar hanya senang mengajar dan memuji-muji anak didiknya yang pintar-pintar. Yang sudah jadi dengan sendirinya. Yang tak perlu dibimbing sudah menemukan pintunya. Tak perlu diberi banyak mereka bisa mengerjakan. Tetapi berapa banyak anak didik seperti itu? Selain kurang pandai mungkin bagian terbesar orang yang datang ke sekolah juga punya banyak kesibukan, aktivitas atau ketertarikan yang berbeda.
Kita tidak sabar sehingga mudah marah, merasa anak didik tidak sederajat.

Sinis dan Kritis
Tentu saja dalam hidup ini bukan cuma guru atau dosen yang merasa paling berhak memberi nilai. Minggu-minggu ini panitia seleksi calon pengganti pimpinan KPK juga dinilai masyarakat. Setelah menjaring dua calon, kini giliran khalayak publik yang menilai. Selasa kemarin, di TVOne, Karni Ilyas memberi nilai 8 atas hasil kerja Pansel. Sebagian orang memberi nilai 9 dan seterusnya. Tetapi diantara politisi ada juga memberi nilai 6, atau enggan menilai. Bahkan ada satu suara sesumbar yang akan melawan Undang-Undang. Memang tugas politisi membuat Undang-Undang. Tetapi karena merasa begitu berkuasa, ia mengatakan akan menolak hasil kerja Pansel. Menolak bagi saya berarti, melawan UU yang mewajibkan mereka untuk memilih .
Bagi Pansel dinilai berapa pun tentu tak jadi masalah, sebab itulah hal paling maksimal yang dapat dikerjakan. Tetapi menarik melihat bagaimana orang-orang itu memberikan nilai. Mereka yang memberi nilai tinggi terlihat open mind, mudah senyum, dan kritis. Sementara yang memberi nilai di bawah 7 umumnya berasal dari kelompok yang sering kita lihat nyinyir, sinis, merasa selalu paling benar atas kasus apapun juga. Dahinya sering berkerut, bibirnya sinis dan kata-katanya, masyaAllah,.. selalu mengalir kata-kata negatif.
Saya menilai banyak “losser” yang tidak siap menerima kekalahan. Kalah bukan berarti mengalah, tetapi selalu mencoba menjegal apa saja. Seorang yang memberi kami nilai dibawah 7 diketahui pernah menegur sekretariat panitia seleksi saat teman-temannya tidak lolos salah satu tahapan seleksi. Mereka beberapa kali menelfon panitia dengan alasan, “Kami berhak menolak nantinya.” Besoknya ia mengancam lagi, “Tugas kami mengontrol, kalau kalian tidak kerja benar saya bisa menolak nantinya.” Esoknya mereka marah-marah saat mendengar teman-temannya tidak lolos.
Dalam pendidikan hal serupa sama saja. Tidak terima mahasiswa bimbingannya diberi nilai jelek oleh seorang penguji, seorang dosen bisa marah-marah terhadap mahasiswa bimbingan rivalnya tanpa alasan. Tak bisa berkelahi pada level yang sama, mereka mengumbar peluru pada sasaran-sasaran yang lemah. Padahal marah-marah bukanlah karakter seorang pendidik.
Orang sering lupa sinis itu tidak sama dengan kritis. Mereka yang negatif sering beragumentasi kita harus kritis. “Saya harus lakukan ini karena ini fundamental,” katanya sambil marah-marah. Perhatikanlah dari hidungnya keluar angin cukup kencang. Persis seekor banteng yang kehilangan akal dan mengamuk. Sinis itu negatif. Sedangkan kritis itu tidak berarti marah-marah. Kritis berarti tahu apa yang harus diperbaiki dan menunjukkan bagaimana caranya. Bukan menyembunyikan sesuatu untuk mempersulit orang lain.
Di bulan Ramadhan ini, saya kira inilah saatnya kita membersihkan diri, menjauhkan diri dari kedengkian, hati yang kotor, dan pikiran-pikiran yang penuh tipu muslihat. Seperti seorang guru yang di pembukaan tulisan ini mengatakan, “Saya seperti tertampar.” Atau, ”Apa Pak Rhenald tahu apa yang terjadi di kelas saya?” Orang-orang itu segera menyadari kekhilafannya dan mengatakan bertobat.
Ketika kolom Encouragement banyak diedarkan masyarakat, orang tua, guru, dan mahasiswa, terasa tak ada kebutuhan. Ada rasa yang kuat di kepala banyak orang bahwa mereka telah diperlakukan tidak adil. Ada katup pelepas yang mereka rasakan ketika hal itu didiskusikan dan ada pengalaman bahwa cara-cara menghukum tanpa sebab sungguh tidak adil. Banyak orang memberi nilai buruk karena ingin membalas, meluapkan ketidaksenangan, menghancurkan, atau bahkan untuk menyombongkan diri bahwa dirinya hebat, super hebat.
Namun pada saat yang bersamaan, saya harus berani mengatakan semua itu bukanlah cara yang baik. Kita bisa menyampaikan kekurangan dengan memahami. Bukan defensif, apalagi ofensif (menyerang) tanpa memberi ruang bagi orang lain untuk bernafas. Saya hampir dapat pastikan, cara-cara yang sinis biasanya keluar dari suara kekalahan, orang-orang yang kalah. Perhatikanlah, kebahagiaan sulit berpihak pada mereka yang “discouragement.” Mereka selalu merasa paling hebat kendati sekolah mereka dulunya biasa-biasa saja, dan perhatikan pula, mereka tak bisa berkarya lebih dari kuasa yang dimilikinya.
Kita tak perlu tahu tipu muslihat apa yang telah dilakukan orang-perorangan untuk menunjukkan argumentasinya. Tetapi kita bisa merasakannya. Sungguh kasihan mereka yang sulit bertobat dan terbelenggu kekuasaan.
Selamat menyambut hari kemenangan.
**http://www.seputar-indonesia.com

Potensi luar biasa anak Anda

Kenali penyebabnya dan permasalahan yang ada pada anak Anda. Hal positif anak Anda harus lebih dioptimalkan dan diberi stimulasi sejak dini. Potensi luar biasa anak Anda ada di balik kelemahannya yang tidak dikenali dan tidak dioptimalkan
be well,
Dwika - Managing Consultant




Ingin Sukses, Tidak Naik Kelaslah

**kompasiana.com
Tidak naik kelas adalah sebuah kiamat kecil bagi orang tua. Orangtua sangat frustasi bila guru atau pihak sekolah menyatakan anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah padahal anaknya dalam sehari-hari tidak tampak bodoh. Keadaan ini membuat orang tua putus asa karena anaknya tidak dapat diharapkan dan tidak akan sukses di masa depan. Ternyata banyak tokoh dunia jadi sukses dan pintar tetapi ternyata pernah tidak naik kelas. Mengapa hal ini unik itu bisa terjadi ? Tetapi bukan berarti untuk jadi sukses orang tua mengharuskan anaknya tidak naik kelas dulu. Orangtua harus mengenali penyebabnya, dan harus mengetahui terdapat kekuatan besar dibalik kelemahannya.
Ternyata banyak orang terkenal dan orang pintar di Indonesia dan di dunia pernah tidak naik kelas. Beberapa contoh orang sukses tersebut adalah Rhenald Kasali, Andreas Raharso, Albert Eisntein, Thomas Alva Edison, David Khoo dan masih banyak lagi. Banyak cerita dalam masyarakat kita bahwa anak pernah juara kelas tetapi dalam tahun-tahun berikutnya rangking di kelasnya sangat terperosok jauh bahkan akhirnya nenerapa tahun kemuadian tinggal kelas.
Selain bergelar Ph.D Consumer Science, Rhenald Kasali telah diangkat sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Manajemen Universitas Indonesia (UI). Kesuksesan tersebut ternyata pernah mengalami catatan buruk ketika satu kali tinggal kelas. “Saya pernah tidak naik kelas, waktu kelas 5 ke kelas 6 SD. Waktu itu saya malu banget, takut dan merasa sudah menyakiti ibu saya. katanya dalam orasinya di acara pengukuhan Guru Besar UI, di Balai Sidang, UI, Depok,
Demikian juga Andreas Raharso, orang Indonesia pertama yang menjadi direktur pusat riset global yang berada di Singapura. Direktur perusahaan yang pernah mempunyai klien Obama dan PM Inggris ini ternyata pernah tidak naik kelas juga.
Albert Eisntein adalah ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Dia mengemukakan teori relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. Wajah Einstein merupakan wajah paling terkenal di dunia yang juga merupakan simbol jenius dan kecerdasan atau bahkan jenius. Selain peraih Nobel tahun 1921, pada tahun 1999, Einstein dinobatkan sebagai (Person of the Century (”Tokoh Abad Ini”) oleh majalah Time, Meskipun Eisntein lambang seorang jenius. Tetapi dibalik kejeniusan tersebut dia pernah tidak naik kelas.
Adam Khoo asal Singapur saat berusia 26 tahun telah memiliki empat bisnis dengan total nilai omset per tahun US$ 20 juta. Pada usia 22 tahun, Adam Khoo adalah trainer tingkat nasional di Singapura. Klien-kliennya adalah para manager dan top manager perusahaan-perusahaan di Singapura. Bayarannya mencapai US$ 10.000 per jam. Sebelumnya Adam dikenal sebagai anak bodoh. Ketika kelas empat SD tidak naik kelas dan dikeluarkan dari sekolah. Ia pun masuk ke SD terburuk di Singapura. Ketika akan masuk SMP, ia ditolak oleh enam SMP terbaik di sana. Akhirnya, ia bisa masuk ke SMP terburuk di Singapura. Meski prestasi akademisnya sangat buruk tetapi akhirnya memperoleh kesuksesan di dunia bisnis.
Aristotle Onassis, dulunya dianggap bodoh dan suka mencari perkara sehingga diusir dari beberapa sekolah. Ia paling sering menduduki ranking terbawah di kelasnya. Salah seorang gurunya berkata: Walaupun raportnya di sekolah jauh dari bagus, bakatnya untuk berdagang dan mencari uang telah tampak sejak dini. Akhirnya dia menjadi seorang milyuner.
Thomas Alva Edison salah satu penemu terbesar di dunia. dia hanya bersekolah sekitar 3 bulan dan dianggap bodoh sampai-sampai diminta keluar dari sekolah. Nancy Edison, ibu dari Thomas Alva Edison, tidak menyerah begitu saja dengan pendapat pihak sekolah terhadap anaknya. Keyakinan ini timbul karena anaknya di rumah sangat cerdas dalam melakukan berbagai hal.
Bill Gates adalah pendiri dan ketua umum perusahaan perangkat lunak AS, Microsoft. Bill menempati posisi pertama dalam orang terkaya di dunia versi majalah Forbes selama 13 tahun (1995 hingga 2007).  Dalam prestasi akiademikpun ternyata dia pernah Drop Out dari kuliahnya di Harvard.
Gangguan Konsentrasi dan Gangguan Belajar
Ternyata anak yang tidak naik kelas belum tentu tidak pintar. Pada kelompok anak tertentu justru sebaliknya, anak tersebut sangat cerdas, kreatif dan mempunyai intelektual super dalam bidang tertentu tetapi sangat lemah dalam bidang lainnya. Tetapi bila prestasi sekolah itu buruk karena retardasi mental atau gangguan kecerdasan maka memang nantinya mempunyai permasalahan berbeda dengan masalah di atas. Hal lain yang sering jadi penyebab adalah kelompok anak seperti ini konsentrasi di sekolahnya sangat buruk. Tetapi uniknya bila main komputer, main game, atau membaca komik bisa sangat tekun dan lama.
Pada anak usia sekolah gangguan konsentrasi tampak pada gejala cepat bosan terhadap pelajaran atau sulit mendengarkan pelajaran yang diberikan guru di kelas sehingga di kelas sering mengobrol, sering bengong (melamun).  Meskipun pada umumnya penderita ganguan konsentrasi mempunyai kecerdasan yang cukup tinggi. Seringkali tampak anak tidak memperhatikan pelajaran tetapi bila ditanya bisa menjawab dengan benar. Di rumah anak tampak tidak bisa belajar lama, bila belajar harus dalam keadaan tenang atau biasanya saat tengah malam. Sebaliknya biasanya bisa bertahan lama  pada hal yang disukai seperti menonton televisi, baca komik atau main game.  Karena anak dengan gangguan konsentrasi  tertentu tidak terganggu bila menghadapi hal yang disukai tetapi akan sangat bosan terthadap hal yang tidak disukai. Akibatnya dalam pelajaran sekolah akan didapatkan mata pelajatran tertentu sangat tinggi tetapi pelajaran lainnya sangat jelak. Hal lain yang dijumpai di sekolah adalah sering sering lupa atau kehilangan barang. Nilai pelajaran naik turun drastis. .Anak tampak sering terburu-buru sehingga mengakibatkan perilaku tidak mau antri. Tidak teliti sehingga dalam mengerjakan soal sering salah bukan karena tidak bisa tetapi karena ketidak telitiannya. Sulit menyelesaikan pelajaran sekolah dengan baik.
Gejala gerakan motorik berlebihan dan hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik. Aktifitas anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu menggerak-gerakkan jari-jari tangan, kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang dan selalu meninggalkan tempat duduknya meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk degan tenang.
Gangguan konsentrasi pada anak sekolah sering disertai gangguan lainnya seperti peningkatan gangguan emosi, agresif, gejala gerakan motorik berlebihan, hiperaktif dan gejala impulsif. Peningkatan gangguan emosi berupa mudah marah dan meledak emosinya. Bila marah sering membanting barang, melempar atau berguling-guling di lantai atau tantrum. Sulit bekerjasama, suka menentang, keras kepala dan tidak menurut, Kadang suka menyakiti diri sendiri  seperti menarik rambut, menyakiti kulit, membentur kepala dll.
Perilaku lain meliputi perasaan yang meletup-letup, aktifitas yang berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif yang menetap. Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Berbagai gejala tersebut ternyata dapat dikenali sejak usia bayi adalah tangan dan kaki bergerak terus tidak bisa diam sehingga tidak mau dibedong atau diselimuti. Bayi sangat sensitif  terhadap suara dan cahaya, menangis, menjerit, sulit untuk diam, tidak bisa ditenangkan atau digendong, menolak untuk disayang, Head banging atau membenturkan kepala, memukul kepala, menjatuhkan kepala kebelakang atau sering menggeleng-gelengkan kepala. Sering menangis dan berteriak berlebihan atau tidak sabaran bila mau minum susu. Pada bayi tertentu sering menggigit payudara ibunya saat minum ASI.
Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak clumsy (canggung), impulsif, sering mengalami kecelakaan atau jatuh,  perilaku aneh atau berubah-ubah yang mengganggu, gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak lainnya., Pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya terfokus pada satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung, lupa pelajaran sekolah dan tugas di rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah maupun di rumah, kesulitan dalam menyimak,  kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak sabaran, gaduh dan bicara berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru, banyak omong dan suka membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut campur pembicaraan orang lain
Gangguan konsentrasi yang tidak ringan seringkali disertai gangguan lain seperti agresif, emosi tinggi, disleksia, gangguan kecemasan, gangguan mood, obsesif-kompulsif, gangguan panik disertai goraphobia dan gangguan belajar lainnya. Juga kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan perkembangan perfasif  termasuk gangguan Asperger, ADHD, Autis, gangguan bipolar, gangguan konduksi, depresi, gangguan disosiatif, Posttraumatic stress disorder (PTSD), psikotik, fobi sosial, keterlambatan bicara, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.
Gangguan konsentrasi juga sering terjadi pada penderita alergi, penderita celiac, dan gangguan reaksi simpang makanan lainnya. Gejala alergi yang sering dikaitkan dengan gangguan ini adalah asma, dematitis atopik (gangguan kulit), dan gangguan saluran cerna. Gejala yang  menunjukkan adanya gangguan pencernaan adalah gangguan berulang seperti perut, kembung, sering buang angin, mual, muntah, mulut berbau, nyeri perut bersifat  hilang timbul. Sulit buang air besar, kotoran tinja berbau, berwarna hitam, hijau, keras, bulat seperti kotoran kambing. Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur bertambah banyak atau mulut berbau. Gangguan kulit berupa bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga, biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di bagian badan lainnya dan sebagainya.
Mengapa gangguan saluran cerna dapat membuat berbagai gangguan pada anak. Terdapat teori “Gut-Brain Axis” yang selama ini masih diperdebatkan di dunia medis. Banyak penelitian menunjukkan bila terjadi gangguan saluran cerna atau leaky gut (kebocoran saluran cerna) maka terdapat berbagai zat dan mediator kimia yang merangsang ke otak. Rangsangan ke otak inilah yang membuat hal positif anak jadi cerdas, kreatif dan impulsif (banyak bicara). Tetapi hal berbagai hal perilaku negatif lainnya juga ikut meningkat.
Manifestasi Negatif para tokoh
Berbagai tanda, gejala dan manifestasi klinis yang negatif itulah yang juga sering terjadi pada para tokoh tersebut sejak kecil. Einstein dianggap sebagai pelajar yang lambat dalam menerima pelajaran karena diduga mengalami gangguan disleksia. Beberapa ahli berpendapat Eisntein mengalami gangguan Asperger, atau salah satu gangguan perkembangan kelompok Sindrom Penyakit Autis.
Adam Khoo waktu kecil adalah penggemar berat games dan TV. Sehari, ia bisa berjam-jam di depan TV. Baik main PS atau nonton TV tetapi saat belajar dan menerima pelajaran sangat malas.
Demkian juga Aristotle Onassis, Thomas Alfa Edison atau David Khoo seringkali dikeluarkan dari sekolah karena sangat emosional, sering mengganggu temannya dan dianggap menjadi biangnya keonaran.
Tetapi dibalik hal negatif tersebut karena otaknya terangsang hal positif lainnya juga ikut terangsang. Kelompok anak seperti ini biasanya kecerdasannya dalam bidang tertentu sangat luar biasa. Kecerdasan lain tersebut meliputi kecerdasan bisnis, kecerdasan seni, kecerdasan ilmiah, kecerdasan komunikasi, kecerdasan olahraga atau kecerdasan sosial. Tetapi karena kelemahan lainnya biasanya kemampuan di bidang tertentu justru sangat lemah. Bahkan karena rangsangan otak yang kuat tadi beberapa anak juga terangsang idera ke enamnya atau sering disebut indigo.
Sehingga orangtua yang mempunyai anak pernah tidak naik kelas atau rangking sekolahnya buruk jangan terburu-buru frustasi. Orang tua harus mengenali kekurangan dan kelebihan intelektual anak di bidang tertentu. Berbagai kelemahannya diperbaiki dan diidentifikasi penyebabnya.  Kenali penyebabnya dan permasalahan yang ada pada anak. Apakah terdapat gangguan konsentrasi atau gangguan belajar lainnya.  Sedangkan hal positif lainnya harus lebih dioptimalkan dan diberi stimulasi sejak dini. Seringkali potensi luar biasa anak di balik kelemahannya tidak dikenali dan tidak dioptimalkan
Dr Widodo Judarwanto SpA.

Berusalah menghadapi bersama senyuman

Seburuk apapun kondisi yangg Anda hadapi, berusalah menghadapinya. Cara ampuh yang bisa Anda lakukan dengan frekuensi interaksi yang dimulai bersama senyuman. Banyak bantuan akan datang dan keberuntungan akan hadir dari sana.
be well,
Dwika




Tiada yang Tak Mungkin
**
Kaskus
Bagian pertama dari show Kick Andy yang saya lihat beberapa hari yang lalu. Oya, Kick andy kemarin berjudul “Tiada yang Tak Mungkin”. Kenapa judulnya dipilih seperti terjemahan slogan Adida* itu? Ya, Kick Andy ingin mematahkan paradigma bahwa orang miskin dilarang sekolah atau biaya pendidikan nasional yang mahal membuat persentase kalangan tak mampu untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang tinggi sangat mustahil. Narasumber yang diundang saat itu membuktikan bahwa biaya pendidikan di tingkat manapun bisa disiasati dan dikumpulkan dengan berbagai cara, asal tekun, bertekad kuat dan sanggup bekerja keras.

Bagi yang sudah lihat mungkin sudah punya inspirasi tersendiri. Bagi yang belum lihat sebenarnya juga bisa lihat di sini.Tapi kalau ingin membaca lebih lanjut tulisan ini, berarti Anda membaca inspirasi yang coba disampaikan itu VERSI SAYA :-) . Oke, mari sejenak mengambil inspirasi!

Narasumber pertama itu adalah PROF. RHENALD KASALI,Ph.D. Tidak begitu akrab dengan nama beliau dan prestasinya yang luar biasa? Coba kenali foto ini

Barangkali ada yang belum tahu siapakah Rhenald Kasali? Simak profilnya berikut ini :


Dengan penampilan yang rapi dan badan yang besar, serta prestasi yang sudah Anda baca tadi, sangat tidak bisa dipercaya kan kalau pak Rhenald dulunya miskin? Bagaimana kisah masa lalunya? Ini dia..

Cobaan berupa kekurangmampuan materi mulai saat ayahnya kena PHK dari pelayaran. Kurangnya skill ditambah sempitnya lapangan pekerjaan saat itu membuat sang ayah tidak punya penghasilan tetap dan cukup. Ibunya sejak awal tidak bekerja. Jadilah Rhenald kecil hidup nelangsa. Makan pake nasi garam. Masuk sekolah pakai sepatu yang dibeli dari pasar loakan, kalau untuk berlari kalau engga kakinya kena paku (karena sepatu tambal-tambalan) ya bagian alas sepatunya membuka. Baju seragam pun hanya punya satu, ibunya setiap hari mencucinya lalu dikeringkan di dekat lampu. Lampu bisa dibilang ‘tanda kehidupan’ keluarganya waktu itu. Kalau lampu mati, pasti sedang tidak ada makanan dan untunglah ada tetangga yang iba sehingga memberi nasi sekedarnya.

Di sekolah (kelas 5 SD), Rhenald pernah sekali tinggal kelas. Saat ditanya bung Andy apa mata pelajaran yang membuat ga lulus, ternyata: bahasa Indonesia! Rhenald kecil tak bisa menjawab lawan kata seperti seharusnya. Ia punya alasan lucu. Begini, kalau ditanya lawan kata ‘kenyang’ ya ‘belum kenyang’, lawan kata ‘cinta’ ya ‘tidak cinta’.. kan kalau orang ditanya ‘apakah kamu cinta?’ dan hati mengatakan tidak, pasti jawabnya bukan ‘aku benci kamu’ melainkan ‘aku tidak cinta kamu’. Ada ada saja..

Berlanjut ke masa menjelang kuliah. Kenapa beliau memilih ekonomi padahal dari jurusan IPA? Alasannya,karena IPA biaya lebih mahal, ia hanya punya 10ribu untuk beli formulir . Singkat kata, ia diterima di ekonomi UI. Kekurangan biaya ditutupnya dengan memberi les ke anak SD. Mengajar apa? Ya, bukan bahasa Indonesia, melainkan matematika. Buku semuanya ia pinjam teman atau kakak kelas.

Terus tahun kedua dapat beasiswa. Saat ditanya apakah paling pintar atau indeks prestasinya gimana, ternyata Pak Rhenald mengatakan IPKnya 2,49. Bung Andy pun sedikit menyindir yang disambut tawa penonton, IPK segitu aja koq dapat beasiswa ya? Pak Rhenald pun tertawa, nasib baik. Setelah lulus dan mengajar (dosen), ia lama-lama ‘ditinggalkan’ karena promosi dsb mengutamakan yang lulusannya lebih tinggi. Akhirnya ia pun bertekad harus bisa sekolah di luar negeri.

Berbagai percobaan gagal, akhirnya dapat juga beasiswa, tapi hanya internship 3 bulan, bukan biaya untuk sekolah. Di saat teman-temannya bisa melanjutkan S2, ia harus pulang karena tidak ada sponsor sekolah. Pada akhirnya ia memberanikan diri untuk menemui bagian yang biasa menyeleksi, mengatakan semuanya sejujurnya, dan ‘minta tolong’ diberi surat tanda diterima dan ia pun bakal pulang untuk mencari sponsor (dengan mengantongi surat diterima, mungkin jadi lebih dipercaya kali ya). Well, pada akhirnya pak Rhenald dapat sponsor juga, usaha keras yang membuat beliau bisa sekolah S2 dan S3 di Illinouis, dan jadilah seperti sekarang.

Hal yang paling menggugah dari Pak Rhenald: "Seburuk apapun kondisinya, berusalah menghadapi!". Cara ampuh yang bisa dilakukan dengan frekuensi interaksi intens yang dimulai dengan datang bersama senyuman. Banyak bantuan dan keberuntungan dari sana!

Tuesday, March 29, 2011

Akhirnya saya berhasil

Suatu proses hidup, kita suka bimbang, bingung, gelisah….atau rasanya ingin menyerah saja, karena kita tidak bisa melihat ujung penyelesaian dari suatu proses, bahkan dari satu proses berlanjut ke proses selanjutnya malah semakin buruk dan tidak menentu, Namun ketika saya jalani saja, ‘nikmati’ saja proses tersebut, tanpa terasa akhirnya saya berhasil melewat proses tersebut dan sudah sampai di tujuan saya.
be well,
Dwika - Managing Consultant


Kok… jalannya gelap… mengerikan……

**www.joehartanto.com
Beberapa pembaca buku Property Cash Machine, ada yang berkomentar demikian…. “pak, saya ingin sekali bebas secara keuangan dan waktu, tapi kok susah ya menjalaninya….” Atau “apakah mungkin impian impian saya bisa terwujud”, atau “bagaimana saya bisa menghadapi proses tantangan dalam perjalanan mewujudkan impian?”
Dalam menjalani kehidupan ini, kita selalu berproses mengalami berbagai macam tantangan yang tidak pernah kita perkirakan sebelum, terkadang datang tiba tiba begitu saja. Sebenarnya bagaimana kita harus bersikap ketika dalam proses perjalanan mewujudkan impian, kita menghadapi tantangan yang berat atau tidak terlihat jalan keluarnya? Kebetulan saya baru saja mengalami satu pengalaman dalam perjalanan saya di India, yang saya harapkan bisa menginspirasi anda.
Liburan Lebaran yang lalu sewaktu saya baru saja tiba di New Delhi, dalam perjalanan saya menuju Dharamsala, India Utara, untuk bertemu dengan Dalai Lama (seorang tokoh international, pemimpin spiritual bangsa Tibet in exile, silakan baca tulisan saya berjudul “Berjumpa dengan seorang pemenang nobel perdamaian dan 84 penghargaan internasional lainnya”).
Belum sampai 1 jam saya berada di kota yang asing ini, taxi yang saya tumpangi dari airport menuju stasiun kereta api sudah mengalami 3x mogok dan berhenti di jalanan yang sepi dan gelap, padahal saya diburu waktu untuk mengejar kereta Aii Jat Express yang akan membawa saya ke Chakki Bank, untuk menuju ke Dharamsala, kali pertama mogok saya cukup tenang, tapi kali ke 2 dan ke 3, saya mulai kesal dan sedikit kuatir, saya kuatir tertinggal kereta api.
Setelah mogok ke 3 kalinya, akhirnya supir taxi menyerah, dan memanggilkan rickshaw (becak yg supirnya mengkayuh dari depan), untuk mengantarkan saya ke stasiun. Awalnya saya bersyukur, ternyata supir taxinya bertanggung jawab juga untuk mengantarkan saya sampai stasiun, karena ongkos rickshaw dia yang bayar. Tapi sewaktu dalam perjalanan menuju stasiun, supir rickshaw ini membawa saya melalui jalan jalan kumuh yang sangat gelap gulita, tidak ada satupun lampu jalan yang menyala, di kiri kanan hanya gedung gedung tua suram, dan banyak sekali para pengemis yang tidur di tengah tengah jalan …. Pokoknya suasana amat mengerikan waktu itu.. hati saya mulai deg2an, saya mau dibawa kemana ini, pikiran negatif mulai muncul, wah….. bisa bisa saya dirampok habis habisan nih….seperti cerita turis turis bule yang saya baca di internet, ….jangan jangan supir taxi bersekongkol dengan supir rickshaw…..jangan jangan begini ……jangan jangan begitu…..tapi saya berusaha menenangkan hati saya, sementara terus waspada terhadap segala kemungkinan yang bisa terjadi, sambil berusaha menikmati kondisi jalan yang rusak dan gelap itu.
Kemudian tiba tiba suasana berubah sama sekali, rickshaw memasuki jalan yang sangat sempit, tapi cukup terang, sangat ramai dipenuhi oleh berbagai macam orang, kendaraan mobil motor saling bunyikan klakson…. berisik sekali,…… tiba tiba di satu titik lalulintas berhenti lagi, macet total, wah…deg2an lagi, saya berpikir, bisa bisa saya ketinggalan kereta nih….., ternyata setelah lalulintasnya berjalan, saya baru tahu penyebab kemacetan itu adalah seekor sapi yang tiba tiba dengan seenaknya duduk dan tidur di tengah tengah jalan sempit itu….ha3x…welcome to New Delhi. Wah … seru deh perjalanan dari bandara menuju stasiun kereta ini, melewati tempat tempat terkumuh yang belum pernah saya kunjungi selama hidup saya.
Setelah melalui kejadian kejadian mengagetkan tersebut, saya bersyukur karena akhirnya sampai juga di stasiun kereta api Old Delhi. Apa yang bisa saya tarik dari pengalaman tersebut? Secara psikologis, terkadang dalam menjalani suatu proses hidup, kita suka bimbang, bingung, gelisah….atau rasanya ingin menyerah saja, karena kita tidak bisa melihat ujung penyelesaian dari suatu proses, bahkan dari satu proses berlanjut ke proses selanjutnya malah semakin buruk dan tidak menentu, seperti waktu itu saya tidak tahu apakah saya bisa sampai di stasiun dengan selamat atau tidak, apakah bakal tertinggal kereta api atau tidak. Namun ketika saya jalani saja, ‘nikmati’ saja proses tersebut, tanpa terasa akhirnya saya berhasil melewat proses tersebut dan sudah sampai di tujuan saya. Dan begitu saya tengok ke belakang, oh ternyata sudah berlalu ya…..
Proses secara psikologis ini sebenarnya adalah salah satu kunci penting dalam keberhasilan seseorang mendapatkan impiannya, apapun bentuknya, bahkan dalam proses sebuah transaksi hot deal property sekalipun…. Kuncinya juga sama. Proses psikologis yang sama juga juga terjadi ketika saya mengalami proses kebangkrutan, kejatuhan dan perjuangan hidup selama saya di US.
Dalam workshop Property Cash Machine , saya selalu bekali teman teman dengan berbagai tehnik menghadapi tantangan dalam proses perjalanan mewujudkan impian mereka untuk mencapai kebebasan keuangan dan waktu melalui sistim Property Cash Machine yang saya saya ajarkan. Untuk teman teman yang sudah bergabung di Property Cash Machine workshop tetap praktikkan sampai anda berhasil, manfaatkan sarana konsultasi dan coaching yang sudah tersedia. Bagi teman teman yang belum bergabung silahkan bergabung dalam workshop berikutnya di akhir tahun ini yang jadwalnya akan segera diumumkan melalui email.

Proses dalam meraih tujuan

Jangan pernah menyerah dalam mempraktekkan filosofi semut dalam hidup anda. Jika anda belum berhasil mencapai tujuan anda, bukan berarti anda pasrah terima nasib, tetapi usaha lagi, putar otak lagi, cari jalan lagi, usaha lagi, terus berusaha lebih keras lagi, jauuuuuh lebih keras lagi, sampai tujuan anda tercapai, karena sukses adalah sebuah proses, proses dalam meraih tujuan.
be well,
Dwika - Managing Consultant


NO SEAT LEFT……sudah penuh!

**www.joehartanto.com
Beberapa waktu yang lalu, lagi lagi ada yang mempertanyakan apa yang saya ajarkan di buku dan workshop : “Pak Joe, rasanya kok sulit ya, mempraktikkan yang bapak ajarkan di buku dan workshop?” Biasanya jawaban singkat saya adalah seperti ini “Terjadilah seperti kehendak anda, apa yang ada dipikiran anda, menjadi kepercayaan anda, jika anda percaya bahwa ini sulit bagi anda, maka itulah kenyataannya, jika anda pikir ini tidak mungkin bagi anda, itulah juga kenyataannya. Hidup anda adalah apa yang anda pikirkan. Demikian pula sebaliknya, jika anda pikir mudah dan mungkin dilakukan, maka itulah yang akan anda dapatkan”. Untuk memperjelas jawaban di atas , saya akan sharing salah satu pengalaman yang saya alami dalam perjalanan saya ke India bulan lalu, dimana saya berhasil merubah sesuatu yang tampaknya tidak mungkin bagi kebanyakan orang, menjadi mungkin bagi saya pada waktu itu.
Seperti saya ceritakan dalam artikel sebelumnya, dalam perjalanan dari bandara menuju stasiun kereta api, saya mengalami berbagai kejadian mengejutkan diluar dugaan, dan ternyata setelah sampai di stasiun, ada satu kejadian lebih mengejutkan yang menanti saya……..apa itu??
Sebelum berangkat ke India saya sudah melakukan berbagai riset, persiapan dan pemesanan tiket perjalanan melalui internet. Dan saya merasa semua persiapan saya itu sudah cukup. Ternyata setibanya di stasiun, sewaktu saya mau mendapatkan tiket yang asli, saya baru tahu bahwa pemesanan tiket yang saya pegang, statusnya waiting list. Dan karena keretanya penuh, jadi saya tidak bisa berangkat … Wauduh…. Gimana nih, saya mulai panik, sambil agak kesal dengan kelalaian saya sendiri. Setengah tidak percaya atas informasi dari petugas loket, saya pergi menemui kepala stasiun kereta api, yang meminta saya untuk kembali ke loket tadi, dan menemui petugas yang berbeda (sambil berharap mendapat jawaban yang berbeda), ternyata setelah status saya di lihat di layar komputer, memang waiting list…. Kereta penuh, saya tidak bisa naik. Oww saya betul betul kena panic attack, merasa ‘hopeless’….., jadwal tinggal setengah jam lagi, sementara saya baru tahu kalau tiket yang saya pesan tidak berlaku, karena kereta penuh.
Tapi prinsip saya adalah tidak boleh menyerah dengan keadaan, usaha terus sampai detik terakhir. Saya berusaha mencari siapa saja yang terlihat bisa membantu saya, mulai dari petugas stasiun sampai calo tiket. Salah satu calo tiket yang saya temui menyarankan saya untuk beli tiket lagi yang kelas umum (tidak pake nomor kursi), seharga hanya 100 rupee (sekitar Rp.20 ribuan). Karena tidak ada pilihan lain, saya pikir saya coba saja deh. Setelah dapat tiketnya, saya agak lega sedikit, sambil membayangkan seperti apa ya model kereta yang tanpa nomor tempat duduk itu???….
Sambil menunggu kereta datang, saya melihat kanan kiri, siapa tahu ada yang bisa saya ajak ngobrol untuk gali informasi tentang India, setelah berjalan beberapa puluh meter ke samping, betapa senangnya saya ketika melihat 2 orang bule memakai jubah Tibetan Buddhist Monk (Bikkhu), langsung saja saya dekati dan tanya, apakah mereka sedang menunggu kereta yang sama dengan saya, dan ternyata mereka 2 orang Bikkhu bule dari US yang juga menuju ke Dharamsala untuk menghadiri acaranya Dalai Lama, wahhh…. betapa senangnya, (rasanya seperti menemukan “hot deal” ha3x…) bertemu dengan teman seperjalanan dengan tujuan yang sama, yang sekaligus bisa saya jadikan penunjuk jalan, karena setelah 8 jam naik kereta malam, kami masih harus ganti beberapa kendaraan lagi untuk menuju ke Dharamsala.
Tidak lama kereta datang, kami berpisah, karena saya masih harus berjuang mencari gerbong saya yang tanpa nomor kursi. Alangkah terkejutnya saya, ketika melihat gerbong kereta kelas umum ….. para penumpang berebutan naik ke gerbong, ada yang dorong dorongan lewat pintu ada juga yang loncat lewat jendela, wah …. suasananya persis seperti suasana kereta api mudik lebaran di stasiun Senen, Jakarta. Wuaduh …masa saya harus naik kereta malam seperti ini, selama minimal 8 jam…. tempat untuk berdiri saja sulit, bahkan saya tidak bisa masuk ke gerbong, karena para penumpang sudah berjejalan dan bergelayutan di pintu.
Akhirnya saya berusaha cari seorang petugas berseragam, yang tampak seperti kondektur. Saya minta tolong dia untuk carikan saya tempat duduk di gerbong lain yang berAC, jawabannya adalah “No seat left” tidak ada kursi lagi, artinya pilihan saya cuma naik di gerbong kelas umum, tanpa AC, tanpa tutup jendela, tanpa tutup pintu, berjejalan dengan para penumpang lainnya …. Pantang menyerah! saya dekati petugas kondektur lainnya, saya ada bicara dengan 6 atau 7 orang kondektur lainnya, tapi jawabannya semua sama, mereka tidak bisa bantu saya…… setengah putusasa, saya mencari gerbong 2 Bikkhu bule itu, mereka berada di kelas yang lebih manusiawi, walau tanpa AC tapi bisa untuk tidur (sleeper class), yang agak pengap dan berbau pesing…. dan ternyata juga sudah penuh sekali. Saya katakan pada mereka, mungkin saya akan naik kereta besok malamnya saja, sampai jumpa di Dharamsala. Saya pamit dengan mereka, sambil diserang perasaan ‘hopeless’ kembali…..
Tapi kemudian muncul di pikiran saya seperti ini, “masa sih, nggak bisa bareng dengan mereka naik kereta ini?, ayo masak kamu menyerah, terus usaha lagi, sebelum kereta benar benar berangkat, artinya masih ada kesempatan….” (hot deal begini bagus kok dilepas…). Kemudian saya memutuskan untuk terus usaha lagi, saya mendekati salah satu petugas kondektur yang sebelumnya sudah menolak saya, dengan wajah dan suara memelas, saya katakan “please help me to get to this train, I could seat everywhere, I really need to get to Dharamsala tomorrow morning”, mungkin karena kasihan dan juga melihat kegigihan saya, akhirnya dia suruh saya naik ke gerbong, dia akan coba carikan tempat duduk untuk saya setelah kereta jalan.
Dan ternyata……. perjalanan malam itu, saya bisa tidur nyenyak di kelas gerbong kelas VIP AC Sleeper class, dalam kabin tempat tidur yang satu kamarnya hanya isi 4 orang saja…… sambil bersyukur, saya merenung, keberhasilan saya naik kereta VIP AC Sleeper class malam itu, adalah hasil dari usaha dan sikap pantang menyerah yang saya pegang selama ini, saya berbicara dan negosiasi dengan lebih dari 10 orang (petugas penjaga loket, kepala stasiun, wakil kepala stasiun, calo tiket, dan beberapa orang kondektur.), walau ditolak berkali kali, saya pantang menyerah begitu saja dengan keadaan yang ada. Ternyata filosofi semut berhasil juga saya praktekkan dalam menghadapi terjadinya masalah, di negara asing yang bahasa dan budayanya tidak saya mengerti (bagi yang belum mengerti apa itu filosofi semut, silakan baca penjelasannya di buku Property Cash Machine).
Kesimpulannya, jangan pernah menyerah dalam mempraktekkan filosofi semut dalam hidup anda. Jika anda belum berhasil mencapai tujuan anda, bukan berarti anda pasrah terima nasib, tetapi usaha lagi, putar otak lagi, cari jalan lagi, usaha lagi, terus berusaha lebih keras lagi, jauuuuuh lebih keras lagi, sampai tujuan anda tercapai, karena sukses adalah sebuah proses, proses dalam meraih tujuan.

Sewaktu kamu bangkrut

Sewaktu kamu jatuh, sewaktu kamu rugi, sewaktu kamu bangkrut disitulah kamu mendapat pelajaran yang sangat berharga sebagai bekal untuk mewujudkan impianmu jadi pengusaha sukses.
be well,
Dwika - Managing Consultant



Chris John….nyonyor dipukuli

**www.joehartanto.com
Dalam sebuah sesi konsultasi dengan seorang anak muda berusia 19 tahun, sebut saja namanya Krisna, yang berlangsung di apartemen saya beberapa waktu yang lalu, terjadilah percakapan sebagai berikut :
Krisna : bang Joe, saya ingin sukses jadi pengusaha, jadi orang kaya, tapi saya takut gagal
Saya : kalo nggak mau gagal, ya nggak usah ngimpi sukses jadi pengusaha dan orang kaya!
Krisna : lho….maksud abang? (dengan wajah bingung sambil kedua tangannnya memegangi kepala)
Kebetulan Krisna adalah seorang atlit sepatu roda yang pernah berkali kali juara di daerah dan nasional, bahkan pernah dikirim mewakili Indonesia ke ajang internasional. Anak muda ini mempunyai keinginan sukses yang sangat kuat, tapi tidak ada yang membimbing, sudah menjadi anak yatim sejak usia 3 tahun, dan dia baru saja tinggal di Jakarta beberapa bulan sehingga wawasannya masih sangat minim. Ketika melihat Krisna, saya seakan melihat cerminan diri saya sewaktu seumuran dia, semangat sukses yang tinggi, ingin jadi pengusaha tapi tidak ada yang bisa mengarahkan jalan saya dengan jelas (karena ayah saya bukanlah seorang pengusaha). Dan saya sangat ingin dia bisa sukses, maka itu saya bersedia menyediakan waktu saya untuk membimbingnya secara pribadi.
Saya : Krisna, boleh saya tanya tentang karier sepatu rodamu?
Krisna : boleh dong bang…
Saya : sepanjang perjalananmu sejak kamu belajar sepatu roda di umur 11 tahun, sampai saat ini kamu masuk pelatda dan dikirim ke ajang internasional, apakah kamu pernah jatuh, lecet, benjut,benjol…. sampe mental mental dari sepatu roda?
Krisna : Tentu saja pernah dong bang, masa maen sepatu roda, nggak pernah jatuh
Saya : Berapa kali?
Krisna : wah ya….tak terhitung, puluhan bahkan ratusan kali mungkin.
Saya : sekarang saya bertanya tentang cabang olahraga yang lain, apakah menurutmu seorang juara dunia tinju Chris John, selama karier bertinjunya pernah nyonyor dipukuli, terpukul, jatuh, bengep, berdarah, benjol dan babak belur dipukuli oleh lawan tandingnya?
Krisna : ya pasti pernah dong…kalo petinju nggak mau bengep…nyonyor, ya jangan jadi petinju…
Saya : Ya sudah demikian juga, kalo mau jadi orang sukses, mau jadi pengusaha, tapi nggak mau gagal, takut rugi, takut bangkrut….ya nggak usah ngimpi jadi pengusaha sukses. Justru sewaktu kamu jatuh, sewaktu kamu rugi, sewaktu kamu bangkrut disitulah kamu mendapat pelajaran yang sangat berharga sebagai bekal untuk mewujudkan impianmu jadi pengusaha sukses. Pola kesuksesan itu sama di semua bidang kehidupan ini, tidak ada yang instan, semuanya harus melalui proses…..
Krisna : oh gitu ya? Bener juga ya…..
Beberapa hari kemudian, dia mengirimkan pesan singkatnya melalui BBM…… “Morning, bang Joe terima kasih banyak untuk saran dan bimbingannya, saya beruntung sekali bisa bertemu mentor seperti abang, besok saya akan kembali ke kota saya, doakan saya bisa jadi pengusaha sukses dan jadi orang kaya!”
Saat saya menuliskan artikel ini, Krisna sedang berada di kota asalnya, sedang menjajaki dan merintis pembukaan sebuah toko retail di sebuah kota kecil kabupaten di Jawa Tengah. Proficiat, Congrats …Krisna!! Semakin cepat take action, semakin cepat kesuksesan datang! Semoga semakin banyak Krisna Krisna lainnya di bumi Indonesia tercinta ini.

Persisten dalam mengejar impian

Anda memiliki semangat belajar yang tinggi, membuka diri terhadap hal hal baru, rendah hati, pantang menyerah, persisten dalam mengejar impian Anda, dan berkonsultasi dengan mentor.
be well,
Dwika - managing Consultant




PROPERTI TANPA MODAL, 60 hari untung 1 MILYAAAR….

**www.joehartanto.com
Anak muda yang satu ini memang sangat luarbiasa, semangat belajarnya, kerendahan hatinya, persistensinya, dan actionnya, semuanya sungguh luarbiasa. Saya ingat pertama kali bertemu di bulan Oktober 2009, dia datang dari Bandung sebagai sebagai peserta pertama yang datang paling pagi di workshop Property Cash Machine yang saya selenggarakan di Jakarta. Saat itu dia langsung memperkenalkan diri dan duduk paling depan, dari sikapnya tersebut saya sudah dapat memperkirakan, bahwa dia akan menjadi salah satu peserta yang paling cepat berhasil. Tidak sampai 2 bulan kemudian, di bulan Desember 2009, anak muda ini kembali mengikuti workshop Property Cash Machine sebagai peserta reseat. Saya ingat betul bagaimana sebagai peserta reseat, anak muda ini tidak bersikap sok tahu diantara teman temannya yang lain, tetapi mengikuti sesi demi sesi workshop dengan sungguh sungguh, seakan akan itu adalah kali pertama dia ikut workshop. Filosofi “gelas kosong” yang selalu saya ingatkan pada para peserta workshop, benar benar di praktekkannya.
Kemudian setelah workshopnya yang ke dua itu, beberapa kali, saya ada berbicara melalui telepon dengan dia, untuk melakukan bimbingan serta konsultasi. Dan di akhir bulan Maret 2010, anak muda yang bernama dengan inisial R Chandra ini, tiba tiba menelpon saya dan terjadilah percakapan sebagai berikut :
R Chandra : Pak Joe, apa bapak masih ingat dengan transaksi rumah yang saya konsultasikan beberapa bulan lalu dengan pak Joe melalui telpon?
Saya : Ya, tentu saja ingat Chandra, bagaimana akhirnya, sudah berhasil kamu beli?
R Chandra : Akhirnya sudah saya beli sesuai saran pak Joe waktu itu.
Saya : Oh ya? Bagus kalau begitu, dapat “dana lebih” berapa dari hasil beli rumah tersebut?
R Chandra : Ah nggak banyak kok pak, Cuma sedikit, Rp, 9 juta saja, kelebihan dananya
Saya : Oh ya, baguslah, walau Cuma Rp. 9 juta, tetaplah disyukuri, karena kalau orang normal pada umumnya, beli rumah kan malah keluar uang untuk DP, ini kamu malah dapat uang, ya baguslah, selamat ya!, saya ikut senang.
RC : Tapi pak Joe, rumah itu sekarang sudah berhasil saya jual lagi dan saya untung bersih lebih dari 1 Milyarrrrr!!!!
Gubrakkkk…….saya pikir saya salah dengar, “coba ulangi lagi Chandra kalimat terakhirmu”.
R Chandra : Iya pak Joe, rumah yang saya beli di akhir Januari 2010 itu, yang waktu itu saya konsultasikan dengan pak Joe, sesuai saran pak Joe akhirnya saya beli, tanpa keluar uang saya sendiri, malah dapat uang lebih Rp. 9 juta. Kemudian 2 hari yang lalu, tepatnya 60 hari setelah rumah tersebut saya beli, dengan mengikuti salah satu saran pak Joe juga, saya berhasil menjualnya kembali dan dapat untung sekitar 1 Milyarrrrr”.
“Wow…..Luarbiasa, Dahsyat….Selamat ya R Chandra, saya benar benar senang dan bangga mendengar keberhasilanmu ini”
Itulah sekilas percakapan saya dengan anak muda yang bernama R Chandra. Yang setelah keberhasilan transaksi pertamanya itu, tetap bersikap rendah hati. Walaupun sudah berhasil bertransaksi dan memperoleh keuntungan yang sangat luarbiasa, tetapi R Chandra tetap mengikutsertakan istrinya (yang berhasil menemukan transaksi ini pertama kalinya) sebagai peserta di workshop Property Cash Machine angkatan berikutnya.
Bahkan R Chandra dan istrinya juga ternyata adalah pasangan yang senang berbagi dengan teman teman yang lain, karena setiap ada kesempatan berbagi dengan teman teman di workshop maupun seminar Property Cash Machine. mereka selalu bersedia membagikan pengalaman suksesnya dengan hati yang tulus. Sampai saat artikel ini saya tulis, berarti sudah setahun yang lalu sejak R Chandra pertama kali berkenalan dengan saya di workshop Property Cash Machine, R Chandra bersama istrinya Wanda telah berhasil bertransaksi 4 properti di kota Bandung, sungguh prestasi yang luar biasa!
Jika saya amati ada beberapa kesamaan di antara para peserta Property Cash Machine workshop yang akhirnya berhasil mempraktikkan apa yang saya ajarkan, rata rata keberhasilan mereka di sebabkan oleh sikap sukses yang mereka miliki. Apa itu sikap sukses mereka? Semangat belajar yang tinggi, membuka diri terhadap hal hal baru, rendah hati, pantang menyerah, persisten dalam mengejar impiannya, dan berkonsultasi dengan mentor.

Masa depan anda

Segeralah bangkit dan mulai membuka pintu pintu lainnya, karena di pintu pintu selanjutnya itulah terletak masa depan anda.
be well,
Dwika - Managing Consultant



Shhh…..BUKA DULU DONG

**www.joehartanto.com
Ketika anda ingin menikmati nikmatnya, empuknya, lembutnya, hangatnya tempat tidur dikamar tidur anda, hal apa yang pertama tama anda lakukan ketika anda masih berada diluar kamar?…… Tentunya hal pertama yg anda lakukan adalah membuka pintu kamarnya terlebih dahulu bukan? Kalau bahasa gaulnya… “Buka dulu dong…. pintunya, baru loe bisa masuk kamar dan tidur di ranjang….”
Demikian pula, kita harus membuka pintu pintu lainnya ketika kita ingin mendapatkan atau menikmati sesuatu yang ada didalam ruangan tersebut. Apakah itu pintu rumah, pintu ruang makan, pintu kamar mandi, pintu ruang belajar, pintu mobil, pintu sekolah, pintu perusahaan, pintu bank, pintu hati orang orang di sekeliling kita, dan pintu pintu masa depan kita. Jika kita mau perluas aktivitas buka membuka ini, kita akan temukan bahwa untuk memulai atau mendapatkan sesuatu, apapun bentuknya, kita harus mulai dengan aktivitas buka membuka ini….mulai dari membuka buku, buka laptop, buka tas, sampai buka baju….. shhh… kalo kita mau mandi…. ha3x…. betul atau betul?.

Dalam perjalanan saya mencapai kebebasan waktu dan keuangan, telah banyak sekali pintu yang saya buka. Banyak yang ternyata setelah saya buka saya tutup lagi karena tidak tertarik dengan apa yang ada di balik pintu. Banyak juga yang setelah saya buka, ternyata tidak ada apa apa di baliknya. Banyak juga yang berusaha saya buka mati matian, ternyata tidak bisa terbuka juga, walau saya sudah habis habisan. Dan dari sekian banyak pintu yang saya buka, ternyata ada beberapa pintu yang setelah saya buka, saya harus membuka pintu pintu selanjutnya yang saya temui didalam ruangan tersebut, tapi pintu pintu tersebutlah yang telah membawa saya pada kehidupan yang saya impikan.
Ketika saya merenungkan perjalanan hidup saya, ternyata apa yang saya dapatkan selama ini, adalah hasil dari persistensi dalam membuka pintu pintu kesempatan yang ditemukan atau dikondisikan. Saya tidak bisa membayangkan apa jadinya apabila, ketika saya telah mencoba membuka beberapa pintu, kemudian tidak berhasil membuka, atau ketika berhasil membuka, ternyata tidak menemukan apapun didalamnya, dan kemudian saya memutuskan untuk berhenti saja. “Capek ah…., sudah banyak pintu saya buka, tapi nggak nemu apa2… Mending duduk diem aja deh, nunggu kesempatan baik datang……” Pernahkah anda mengalami kejadian tersebut? Jika anda mengalaminya, segeralah bangkit dan mulai membuka pintu pintu lainnya, karena di pintu pintu selanjutnya itulah terletak masa depan anda. Dari banyak biografi orang orang sukses yang saya pelajari, ternyata kesuksesan mereka adalah hasil dari usaha mereka membuka pintu pintu dalam perjalanan hidup mereka.
Demikian pula ketika anda mencari calon calon property cash machine yang akan menjadi mesin uang anda, apakah anda memiliki persistensi dalam membuka pintu property property tersebut satu demi satu? Dan ketika anda telah berhasil menemukan property cash machine anda, apakah anda tetap memiliki persistensi untuk membuka pintu pintu para investor anda, atau pintu pintu bank yang akan menjadi partner pembiayaan property cash machine anda?
Apakah anda siap untuk membuka pintu anda?
Mau bebas waktu dan keuangan? Buka dulu dong… pintunya…. Ha3x….

When you stop learning….you are dying

Teruslah belajar dan mengembangkan diri dalam bidang apapun dan dari sumber manapun juga.
be well,
Dwika - Managing Consultant


Mati aja deh loe!!

Dalam suatu kesempatan, setelah saya ‘accidently’ jadi sedikit terkenal setelah buku Property Cash Machine yang saya tulis jadi best seller dan mulai mengajar workshop dan seminar, saya mendapat undangan dari salah seorang kawan, yang juga menyelenggarakan seminar dengan topik dan cara pengajaran yang berbeda. Saat saya hadir di acara seminar itu, akhirnya ada beberapa peserta yang mengenali saya, minta tanda tangan, minta foto bareng (he3x… risiko jadi sedikit terkenal) kemudian berbincang bincang dengan saya. Salah seorang dari peserta seminar itu kemudian berkomentar, “Wah pak Joe ini luarbiasa ya, masih mau belajar dan datang di seminar pembicara lainnya”
Dan bahkan dalam sebuah seminar pengembangan diri (yang saya ikuti juga setelah buku Property Cash Machine yang saya tulis, penjualannya melejit dan menduduki peringkat best seller hanya dalam waktu 1 bulan, tanpa promosi media apapun) pembicara seminar tersebut, setelah memperkenalkan saya pada para peserta lainnya, sebagai penulis buku Property Cash Machine, kemudian berkata begini “saya nggak ngerti, sebenarnya pak Joe ini hadir di seminar ini untuk apa lagi ya?” He..he..he….Bagi sebagian orang mungkin akan bertanya tanya dan heran, mengapa saya masih juga bersedia hadir di seminar seminar lainnya, apa pengangguran??.
Dalam seminar serta workshop workshop yang saya selenggarakan, saya selalu menyempatkan diri untuk menyampaikan pada para peserta, bahwa sampai saat inipun, saya masih terus belajar dari siapapun, dan dimanapun, karena sebenarnya saya lebih senang dikenal sebagai seorang pembelajar. Jika saya mendengar ada seminar dan pembicara yang menarik, pasti saya akan hadir di seminar tersebut, saya selalu berusaha membuka diri dan mau belajar dari siapapun. Terkadang bahkan saya bisa hadir lebih dari satu kali di seminar yang sama, dan walaupun sudah pernah hadir, tapi saya bersikap seperti orang yang baru pertama kali hadir dalam seminar itu. Maka dari itu saya selalu menganjurkan teman teman saya untuk tidak berhenti belajar, teruslah belajar dan mengembangkan diri dalam bidang apapun dan dari sumber manapun juga.
Dalam sebuah kesempatan, salah seorang mentor saya yang gaya berbicaranya selalu ceplas ceplos dan blak blak-an pernah berkata demikian “Kalo loe berhenti belajar, mati aja deh loe!!” Mungkin juga perkataan beliau ini terinspirasi dari istilah dalam bahasa Inggris “when you stop learning….you are dying”. Oleh karena itu sikap sebagai pembelajar ini akan selalu saya lakukan sampai habis waktu saya di dunia ini.
Tekad saya untuk belajar terus, sepanjang saya masih diberi kehidupan dan kesehatan ini, saya peroleh juga dari hasil pengamatan saya dari sesama peserta seminar yang waktu saya ikuti di Kualalumpur beberapa waktu yang lalu, di seminar tersebut saya berkenalan dengan salah satu sesama peserta yang merupakan peserta yang tertua saat itu, karena pada saat ikut seminar tersebut, beliau sudah berumur 88 tahun.
Dan di salah satu workshop Property Cash Machine yang pernah saya selenggarakan di Bali, saya juga sempat benar benar merasa takjub dan kagum, karena waktu itu ada seorang peserta, bapak tua yang ikut workshop, ternyata ketika saya berkesempatan mengetahui umur beliau, saya semakin terkejut , karena sungguh luarbiasa bapak tua yang bernama I Gusti Agung Ngurah Wijana, ternyata saat itu sudah berumur 81th…. Ya benar umurnya sudah 81 tahun dan masih mau belajar ikut seminar yang pembicaranya sudah pantas menjadi cucunya. Beliau memecahkan rekor umur peserta tertua di Property Cash Machine workshop.
Ayo kita tiru dan ikuti langkah pak I Gusti Agung ini …. mari kita sebarkan, semangat terus menerus belajar apapun, dari siapapun, dimanapun, dan kapanpun juga. Jika seluruh rakyat Indonesia mempunyai semangat belajar yang sama seperti bapak Agung ini, pastilah Negara kita akan menjadi salah satu negara yang termaju di dunia. Amin.

Mengelola resiko

Kalau takut dengan resiko, ya jangan jadi pengusaha atau investor.  Kalau mau jadi pengusaha dan investor, ya….. harus berani dan belajar mengambil dan mengelola resiko.
 be well,
Dwika - Managing Consultant




Mengunci Resiko=MENGUNCI RIZKI!!!…. Siapa mau rezekinya terkunci??

3 March 2011 1,118 views 86 Comments
Beberapa waktu yang lalu saya mendapat komentar dari salah seorang pembaca buku saya yang bunyinya lebih kurang seperti ini : “pak Joe maaf, yang saya rasakan teori yang diajarkan tidak MENGUNCI RESIKO,  sehingga bukan pasif income yang didapat, tapi BEBAN HUTANG yang bertambah”
Teman teman sekalian, apakah komentar bapak tersebut benar…..? Atau salah….?  Mari teman teman cermati jawaban saya terhadap komentar bapak tersebut, sehingga teman teman dapat menjadi jelas, apakah komentar itu benar atau salah?
Demikian jawaban saya : “Memang benar sekali pak, seperti yang telah saya jelaskan berkali kali di buku, artikel2 maupun di workshop, bahwa bermain dengan HUTANG jika anda tidak menguasai ilmunya dan tidak memiliki pembimbing atau mentor yang tepat, maka akan sangat berBAHAYA.
Oleh karena memang itulah awal dan maksud tujuan awal saya menyelenggarakan workshop Property Cash Machine adalah untuk meluruskan hal ini serta membantu teman teman yang ingin melakukan jurus berhutang ini secara TEPAT dan AMAN, tapi masih belum paham dan tidak punya mentor yang tepat.
Didalam buku dan  workshop Property Cash Machine,  saya  selalu tekankan dan jelaskan bahwa setiap penambahan beban hutang haruslah disertai dengan penambahan arus kas berlebih atau POSITIVE CASH FLOW, jika seseorang menerapkan hal ini, maka HUTANG AKAN BERUBAH MENJADI SARANA PENOLONG KITA MEMBANGUN ASET, KEMAKMURAN DAN KESEJAHTERAAN bagi kita sendiri, keluarga, maupun orang orang disekeliling kita.
Mengenai resiko, dalam hidup ini memang penuh resiko, jika kita mau maju, justru kita harus belajar dan berani mengelola resiko. Seperti yang salah satu mentor bisnis saya ajarkan bahwa sebenarnya resiko itu berasal dari bahasa Inggris “Risk”….. yang awalnya diambil dari bahasa arab….yang artinya “Rizki”  ha..ha…ha….jadi kata beliau jika kita berani mengelola resiko, artinya kita berani  mengelola RIZKI.
Tetapi kalo kita takut mengelola atau mengambil resiko dan lalu kita  maunya KUNCI RESIKO itu di gudang jauh jauh, terus kemudian kuncinya kita buang ke laut yang dalam banget, sampai hilang…… yahhh gimana si RIZKI bisa datang pada kita…..(ha..ha..ha…just joke, but it’s true lho)”
Seperti yang juga pernah dikatakan oleh mentor saya yang lain, bahwa “Di dalam bisnis dan investasi pastilah ada resiko. Kalau takut dengan resiko, ya jangan jadi pengusaha atau investor.  Kalau mau jadi pengusaha dan investor, ya….. harus berani dan belajar mengambil dan mengelola resiko”
Sekarang cobalah anda baca kembali  pernyataan tersebut, tapi kata resikonya anda ganti dengan RIZKI.  Apa yang sekarang anda pikirkan? ………
Semoga dengan adanya pertanyaan dan jawaban diatas, dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas untuk teman teman, mengenai  pemanfaatan hutang untuk membeli ASET dan semoga anda semua lebih bersemangat menjemput RIZKI anda masing masing.
Dan jika anda sudah siap menjemput RIZKI anda melalui investasi property TANPA MODAL, silakan bergabung di workshop Property Cash Machine terdekat.
Salam SUKSES menampung RIZKI sebanyak banyaknya,
Joe Hartanto