Anda mencoba menceritakan dengan kosa kata dan struktur kalimat yang sederhana supaya audience mudah memahaminya.
Anda selalu mencoba berbicara dalam bahasa yang sama dengan audience Anda.
Anda selalu mencoba berbicara dalam bahasa yang sama dengan audience Anda.
I Deliver Happiness,
Dwika
The Curse Of Knowledge
**.tanadisantoso.com
Anda mungkin pernah mendengar seorang pakar yang berbicara di sebuah media massa. Dia pandai sekali. Bergelar professor dan sudah menulis 10 buku. Namun pemaparannya sungguh tidak dimengerti oleh kita. Atau anda ingat waktu kuliah, ada seorang dosen anda yang sudah belajar ke Amerika, Inggris dan Jepang. Sudah banyak pula literatur yang ditulis. Jelas dia pandai sekali. Namun ketika di kelas anda sering tertidur karena tidak memahami kuliahnya. "Omong apa sih dia," gumam anda ketika anda mengikuti kuliahnya.
Atau pada kesempatan lain anda pernah bertemu dengan bos/pimpinan manajemen yang berbicara dengan banyak kosa kata dan istilah-istilah yang tidak umum. Struktur kalimatnya juga rumit. Seperti mereka berkata, "Kita harus menyatukan persepsi pengetahuan kita dan memperbaiki kinerja perusahaan untuk mencapai titik kulminasi..." dan lainnya.
Kalau anda perhatikan kenapa hal itu bisa terjadi ? Adakah yang salah pada teknik komunikasinya di sini ? Ya, ini semua terjadi karena 'kutukan pengetahuan' atau 'the curse of knowledge'. Ketika anda mengetahui sesuatu secara keseluruhan dan anda ingin menjelaskan hal ini kepada orang lain; mahasiswa, bawahan, pemirsa TV, anda menganggap mereka juga punya pengetahuan dan latar belakang yang sama dengan anda. Sehingga anda menjelaskan dengan kosa kata dan istilah yang menurut anda wajar, tapi bagi yang lain adalah membingungkan.
Saya sering berseminar, saya juga sering mengajar. Ini adalah hal yang selalu saya coba hindari. Saya mengganggap mereka tidak punya pengetahuan dan latar belakang sayang sama dengan saya. Kareanya saya mencoba menceritakan dengan kosa kata dan struktur kalimat yang sederhana. Ini supaya audience mudah memahaminya.
Jadi para pimpinan, para pengajar alangkah baiknya untuk menghilangkan asumsi bahwa pendengar mempunyai latar belakang dan pengetahuan yang sama. Dengan ini kita bisa menghindari kutukan pengetahuan atau 'the curse of knowledge'. Dan selalu mencoba berbicara dalam bahasa yang sama dengan audience kita.
Atau pada kesempatan lain anda pernah bertemu dengan bos/pimpinan manajemen yang berbicara dengan banyak kosa kata dan istilah-istilah yang tidak umum. Struktur kalimatnya juga rumit. Seperti mereka berkata, "Kita harus menyatukan persepsi pengetahuan kita dan memperbaiki kinerja perusahaan untuk mencapai titik kulminasi..." dan lainnya.
Kalau anda perhatikan kenapa hal itu bisa terjadi ? Adakah yang salah pada teknik komunikasinya di sini ? Ya, ini semua terjadi karena 'kutukan pengetahuan' atau 'the curse of knowledge'. Ketika anda mengetahui sesuatu secara keseluruhan dan anda ingin menjelaskan hal ini kepada orang lain; mahasiswa, bawahan, pemirsa TV, anda menganggap mereka juga punya pengetahuan dan latar belakang yang sama dengan anda. Sehingga anda menjelaskan dengan kosa kata dan istilah yang menurut anda wajar, tapi bagi yang lain adalah membingungkan.
Saya sering berseminar, saya juga sering mengajar. Ini adalah hal yang selalu saya coba hindari. Saya mengganggap mereka tidak punya pengetahuan dan latar belakang sayang sama dengan saya. Kareanya saya mencoba menceritakan dengan kosa kata dan struktur kalimat yang sederhana. Ini supaya audience mudah memahaminya.
Jadi para pimpinan, para pengajar alangkah baiknya untuk menghilangkan asumsi bahwa pendengar mempunyai latar belakang dan pengetahuan yang sama. Dengan ini kita bisa menghindari kutukan pengetahuan atau 'the curse of knowledge'. Dan selalu mencoba berbicara dalam bahasa yang sama dengan audience kita.
No comments:
Post a Comment