Kalau bisnis kita memberikan status yang tinggi maka orang mau membayar mahal.
Pengalaman (Experience) yang asik bisa dijual lebih lebih mahal.
Jasa dan layanan menjadi lebih mahal.
Nilai meningkat saat kita membuat produk kemasan.
I Care about You,
Dwika
Cara menaikkan value
Saya ambil contoh secangkir kopi yang kita minum. Lihat gambar di bawah ini (sumber: The Business Week). Harga bubuk kopi itu sendiri dari petani kopi sebenarnya sekitar seratus rupiah. Begitu sudah dikemas menjadi sachet kopi instan, harganya sudah menjadi seribu rupiah. Saat kita ngopi di Dunkin Donut, harganya sudah naik menjadi sepuluh ribu rupiah. Dan saat kita menikmatinya di Starbucks, siap-siap merogoh kocek limapuluh ribu rupiah. Harga kopi secangkir naik terus, ya.
Nah tidak heran, petani kopi kita tetap miskin sedangkan pengusaha Starbucks jadi jutawan.
Ini sebenarnya cerminan dari bergesernya ekonomi, dari ekonomi pertanian, industri, menuju ke ekonomi budaya. Kita membayar mahal pada pengalaman kultural di Starbucks, bukan kopinya itu sendiri.
Jadi sebenarnya bangsa kita, yang kaya kultur ini, bisa kaya raya secara ekonomi. Asalkan kita bisa mempelajari ilmu pengetahuan tentang value creation ini. Tidak mudah lho memproduksi butir kopi yang bermutu tinggi. Dibutuhkan benih yang unggul dan tanah yang subur. Jadi hanya segelintir orang Indonesia yang bisa. Itupun hasilnya tidak terlalu bernilai. Tapi, memberikan perasaan nyaman dan terhormat bagi pelanggan itu bisa dilakukan oleh kebanyakan kita! Asal kita mau, kita bisa membuat orang merasa senang! Ini kunci keberhasilan bisnis jasa dan experience seperti Starbucks itu.
Ini kunci membuat mayoritas bangsa kita yang miskin ini bisa menjadi kaya. Bukan hanya segelintir konglomerat.
Saya sendiri mencoba melihat progresi nilai menurut gambar berikut. Yang paling murah dan gratis adalah ide. Kemudian teknologi, terutama teknologi opensource menjadi komditas (seperti butir kopi dari petani). Nilai meningkat saat kita membuat produk (seperti sachet kopi instan). Jasa dan layanan menjadi lebih mahal (seperti di Dunkin Donuts). Pegalaman yang asik di Starbucks bisa dijual lebih mahal.
Nah, yang termahal adalah status, greatness. Kalau bisnis kita memberikan status yang tinggi maka orang mau membayar mahal. Contoh: berlian, yang tidak punya fungsi banyak kecuali status. Ini mahal sekali. Contoh lain, mobil Mercedes Benz atau Jaguar. Saya percaya dalam soal kenayaman banyak mobil yang setara. Tapi MB dan Jaguar itu memberikan status, sehingga orang yang memerlukan donkrak-an citra diri bersedia bayar mahal untuk mobil ini.
Jadi bagaimana bangsa kita menjadi kaya? Dengan memperlakukan tamu pelanggan sebaik dan sehormat mungkin. Dengan memberikan penghargaan budaya yang besar pada wisatawan. Memperlakukan tamu toko kita seperti raja.
Itu nasehat yang sudah banyak kita dengar. Tapi kita abaikan. Makanya bangsa kita miskin terus, ya.
Mari kita gali kekayaan budaya kita untuk menjadi dasar membangun kemakmuran bangsa.
No comments:
Post a Comment