ve wll,
Dwika
Menunggu
by: Hasnul S
Sebelumnya saya pernah menuliskan bahwa mendengar adalah salah satu pekerjaan yang sulit. Selain itu, ada juga pekerjaan sulit lainnya, yakni menunggu. Kalau membahas tentang “menunggu’, biasanya akan erat kaitannya dengan “kesabaran”. Kesabaran orang tentunya berbeda-beda, begitu juga halnya dengan menunggu, kemampuan menunggu orang juga tidak sama. Kesabaran dalam menunggu ini tentunya berbeda dengan “kesabaran” yang lainnya, misalnya menahan emosi atau menahan penderitaan.
Menunggu tidak selalu bergantung kepada kesabaran. Ada hal-hal logis yang membuat kita harus menunggu tanpa bergantung dengan kesabaran kita. Misalnya program kerja. Setelah menetapkan program kerja dan menyiapkan tim, kita akan menghadapi progres dari program kerja tersebut dan menunggu hasil dari program tersebut.
Ada seni tersendiri dalam menunggu dalam konteks seperti ini. Evaluasi tentunya sangat penting. Namun waktu (timing) untuk melakukan evaluasi juga mesti tepat. Jika terlalu cepat, akan terkesan “buru-buru” dan bisa membuat tim menjadi tertekan. Juga bisa jadi programnya “belum jalan”, sehingga belum memberikan dampak atau indikasi perubahan. Namun, jika terlalu lama atau santai, bisa membuat tim jadi lengah atau membuat tim mengira bahwa pimpinan kurang serius. Atau malah sudah terlambat, kompetitor sudah beberapa langkah di depan. Kita tertinggal.
Beberapa produk dari XL misalnya, ada beberapa yang sudah menunjukkan hasil dalam 2 atau 3 minggu saja. Tetapi ada juga yang baru terlihat setelah 2 bulan. Tetapi hasilnya signifikan dan cukup fantastis. Bayangkan kalau produk yang fantastis ini dihentikan pada minggu keempat karena gegabah dan “tidak sabar” menunggu. Ini lah yang disebut sebagai buah manis dari menunggu.
Menunggu program kerja terkait dengan teori kepemimpinan yang membandingkan tipe pemimpin yang berbasis humanis (human-oriented) atau tugas (task-oriented). Tipe humanis mungkin lebih sabar dalam menunggu, namun bisa jadi terlambat dalam mengevaluasi. Sementara tipe berbasis tugas lebih gegas, namun beresiko gegabah dan membuat karyawan tertekan. Keseimbangan diantara dua kutub ini yang dipercaya dapat memberikan hasil yang optimal.
Tidak ada batas pasti untuk kesabaran dalam menunggu, itulah seninya. Batasnya bisa berubah-ubah sesuai konteks. (HS)