Realitasnya, kita
melihat banyak orang tidak berpendidikan tinggi, tetapi memiliki aset
sangat besar. Sebaliknya, tidak sedikit kalangan memiliki latar
pendidikan tinggi, tetapi hidup serba kekurangan. Yang benar adalah
bagaimana memanfaatkan pendidikan tinggi yang dimiliki untuk bekerja
atau memilih pekerjaan sesuai dengan minat dan memberikan penghasilan
memadai.
be well,
Dwika
be well,
Dwika
Mitos Tentang Kekayaan yang Ternyata Menyesatkan
Kaya
di sini tentu saja dalam artian memiliki aset yang lebih dari cukup,
baik itu aset likuid maupun nonlikuid. Tapi, sebagian dari Anda boleh
jadi akan menjawab bahwa kekayaan bukan hal penting. Yang terpenting
adalah bagaimana bisa hidup bahagia.
Anda
benar, tetapi memiliki aset yang memadai juga penting, kendati bukan
hal terpenting. Sebab, tidak sedikit kalangan yang hidupnya malah hanya
mengejar kekayaan, dan akhirnya terjebak dalam paradigma uang adalah
segalanya. Yang benar adalah bagaimana menjadi seimbang, yakni berupaya
memiliki kekayaan secara wajar dan halal serta mampu menikmati dan
memanfaatkannya. Konkretnya, enggan memiliki kekayaan juga bukan hal
benar, namun berupaya meningkatkan kekayaan dengan segala cara lebih
tidak benar.
Untuk tidak terjebak
pada makna kekayaan, baik dalam pandangan yang menganggap kekayaan
adalah segalanya dan juga sebaliknya, tidak salah jika kita cermati
beberapa mitos yang mengemuka dalam masyarakat berkaitan dengan uang
ataupun kekayaan.
1. Uang tidak pernah cukup, maka harus dikejar terus.
Mitos
ini salah kaprah, karena pada galibnya uang selalu cukup sepanjang kita
tahu bagaimana memanfaatkan dan mengelolanya. Untuk mengelola uang
hingga bisa bertumbuh dan menjadi cukup, selayaknya setiap orang
memiliki perencanaan bagaimana mencari dan menggunakan uang.
Salah satu cara yang paling
sederhana adalah menentukan lebih dulu berapa uang yang Anda perlukan
untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Memang, tingkat
kebutuhan setiap orang beda, namun yang penting Anda harus menentukan
sesuai dengan tingkat kehidupan yang Anda inginkan. Setelah itu, Anda
tentu akan mencari penghasilan. Di sini yang perlu Anda pastikan bukan
mencari penghasilan sebesar-besarnya, melainkan bagaimana Anda memiliki
kemampuan menghasilkan uang secara langgeng dan mampu memenuhi
kebutuhan hidup Anda.
Jadi, bukan
bagaimana mencari uang sebanyak-banyaknya, melainkan mengondisikan
keadaan sehingga Anda memiliki uang yang cukup secara langgeng.
Konkretnya, buat apa Anda memiliki uang dalam jumlah besar, kalau
beberapa saat kemudian uang tersebut habis. Jauh lebih baik jika Anda
memiliki uang cukup, namun terus berkelanjutan.
2. Jika memiliki uang, orang dapat memenuhi semua keinginannya.
Ini juga keliru. Tidak semua hal di dunia
ini bisa dibeli dengan uang. Hal-hal yang menyangkut “rasa” di hati,
kerap tidak terkait dengan uang. Kalaupun ada yang mencoba membeli,
sifatnya artifisial dan hanya sementara. Jadi, kalau pada dasarnya
memang tidak bahagia, maka kendati memiliki uang berkarung-karung tetap
saja tidak bahagia.
Oleh karena itu,
jangan pernah berpikir uang merupakan satu-satunya cara mencapai tujuan
hidup Anda. Atau di sisi lain, jika Anda masih merasa belum mampu
mendapatkan uang dalam jumlah memadai, bukan berarti kiamat. Berapa pun
uang Anda, sebenarnya tetap cukup, sepanjang Anda mau melakukan
penyesuaian.
3. Uang perlu dicari agar bisa pensiun segera dan tidak perlu bekerja lagi.
Ini
juga tidak terlalu tepat. Bekerja dan mencari uang adalah dua hal
berbeda. Artinya, jika mencintai pekerjaan dan mendapatkan makna hidup
di situ, kenapa mesti pensiun? Dengan kata lain, bekerja tidak selalu
identik demi uang. Akan tetapi, jika pekerjaan Anda hanya memberi beban
hidup, kendati menghasilkan banyak uang, untuk apa Anda lanjutkan?
Pekerjaan dan uang itu mungkin sudah tak bisa dinikmati lagi.
Di
sisi lain, jika Anda merasa klop dengan pekerjaan, kendati uang yang
dihasilkan tidak terlalu banyak, namun bisa memberi kelanggengan,
sebaiknya Anda berpikir dua kali soal uang. Hal yang penting,
penghasilan Anda memadai, dalam arti dapat memenuhi kebutuhan Anda
dalam jangka panjang, bahkan sampai pensiun.
4. Untuk menjadi kaya harus berpendidikan tinggi.
Mitos
ini ada benarnya, tetapi tidak seratus persen. Realitasnya, kita
melihat banyak orang tidak berpendidikan tinggi, tetapi memiliki aset
sangat besar. Sebaliknya, tidak sedikit kalangan memiliki latar
pendidikan tinggi, tetapi hidup serba kekurangan. Yang benar adalah
bagaimana memanfaatkan pendidikan tinggi yang dimiliki untuk bekerja
atau memilih pekerjaan sesuai dengan minat dan memberikan penghasilan
memadai.
5. Jika berhasil memiliki uang lebih banyak, maka akan lebih besar kesempatan menabung.
Ini
benar-benar pelecehan, sebab menabung bisa dilakukan pada jumlah berapa
pun. Menabung tidak bergantung pada besarnya pendapatan, tetapi lebih
pada kemauan. Lebih dari itu, kebiasaan banyak orang, semakin tinggi
pendapatan maka semakin besar pula pengeluaran. SELAIN kelima hal
tersebut, masih banyak mitos lain berkaitan dengan uang dan kekayaan
yang berkembang di masyarakat. Namun, lepas apakah ada yang percaya dan
terpengaruh atau tidak, intinya sebagian mitos tersebut tidak berdasar.
Oleh karena itu, ada baiknya Anda mengubah paradigma dan tak menjadikan
mitos sebagai referensi mencari kekayaan.
Hal
yang utama, tentukan kembali tujuan hidup Anda. Kalau Anda tidak punya
tujuan dalam hidup, buat apa hidup? Tentu saja tujuan hidup setiap
orang berbeda dan setiap orang berhak menentukan tujuan hidup
masing-masing.
Untuk mencapai tujuan
hidup tersebut, siapa pun selayaknya memiliki perencanaan. Lazimnya,
salah satu bagian dari tujuan hidup adalah memiliki tujuan keuangan,
sekaligus membuat perencanaan. Dalam kaitan perencanaan keuangan inilah
Anda mesti mampu menghindarkan diri dari mitos-mitos keuangan.
sumber: http://aksesdunia.com/2012/01/17/mitos-tentang-kekayaan-yang-ternyata-menyesatkan/#ixzz1lCaE5600
aksesdunia.com
No comments:
Post a Comment