NEGERI PEJALAN KAKI
“Tidak ada yang lebih bahagia yang kurasa, selain melihatnya tersenyum”
Bagi banyak orang di Indonesia, yang kutahu. Mereka bukan malas berjalan kaki, tetapi kenapa harus berjalan kaki. Jika kutanyakan, jawabannya, karena ada kendaraan pribadi bermotor, atau sudah memiliki sepeda angin yang setidaknya lebih cepat. Lalu, dengan bangganya kupamerkan diriku lebih menyukai berjalan kaki daripada menggunakan kendaraan pribadi.
Jalan dari rumah kos sampai gedung ruang kuliahku, setidaknya membutuhkan waktu 5 menit. Tidak lebih cepat daripada menggunakan sepeda motor. Tetapi lebih terasa lama dan menenangkan. Ketika orang pada umumnya mencari ketenangan untuk melepaskan sejenak dari tekanan-tekanan. Orang-orang itu tidak akan mendapatkannya selama berada di dalam kendaraan pribadi, yang harus disetir sendiri. Aku mendapatkannya selama berjalan kaki. Lepas, bebas, mau berkhayal, ngelamun, memperhatikan orang-orang, melakukan apa saja, tidak takut akan tertabrak atau menabrak kendaraan orang lain bahkan menabrak orang atau pohon.
Setiap kali aku berjalan kaki menyusuri kampus, entah itu siang hari atau malam hari. Kusempatkan untuk menyapa daun-daun di pepohonan yang sendu senyap. Aku melihatnya mengayunkan dahannya, kekanan dan kekiri. Sebebas itu dalam rangka yang terbatas, memberikan manfaat. Aku menghitung jumlah langkah dan berapa banyak batuan yang kuinjak. Kadang harus berjalan sangat cepat untuk mengejar waktu. Jika pagi, siang atau sore hari kulewati dan kutatap orang-orang dengan irama langkahnya. Sebagian dari arah berlawanan dan sebagian mengikutiku dibelakang (seperti mata-mata tetapi bukan).
Tidak ada yang lebih bahagia yang kurasa, selain melihat mereka tersenyum padaku. Di perjalanan kaki, kuucapkan “hai”, “hallo” pada mereka yang kukenal. Kadang hanya tersenyum padaku dan padamu. Sambil lalu saja, berkesan baik. Persahabatan selama berjalan kaki. Persahabatan dengan lingkungan alam, dengan panasnya matahari, dengan keringat, dengan dinginnya malam, dan ketakutan yang menghantui (seperti diamati oleh suatu makhluk), persahabatan dengan para pengemis yang duduk di pinggir jalan dan keakraban dengan udara.
Ku tak begitu saja melewatkan perjalanan kakiku. Aku menyeberang jalan, memberikan kesempatan lebih dahulu kendaraan-kendaraan yang lewat didepanku. Kukunjungi warung hijau setiap harinya di depan kios fotocopy untuk membeli makanan. Di seberang jalan itu. Lalu, membeli koran kompas, dan kubaca sambil jalan sampai menuju rumah kosku lagi. Di sela-sela jam jeda kuliah.
Setiap kali aku berjalan kaki, merasa lelah dan tidak sampai-sampai tempat tujuan. Kubayangkan ada papanskateboard yang siap meluncurkanku dengan cepat, atau kubayangkan aku mempunyai sepatu beroda yang membuatku berjalan lebih cepat . Mungkin alat ajaib, yang bisa dilipat-lipat dan jadi kecil lalu ketika dibutuhkan dapat berubah menjadi besar. Mungkin juga sepatu berteknologi tinggi yang digunakan Conan Edogawa (Detective Conan) untuk melindungi diri.
Negeri pejalan kaki, itu adalah negeri impianku. Negeri yang membangun setiap city walk di pinggir jalan disamping jalan untuk kendaraan umum dan kendaraan bermotor. City walk, dengan kendaraan umum bus modern, rail bus, atau kereta bawah tanah, setiap kali membutuhkan menuju ke suatu tempat jarak jauh. City walk seperti di negeri-negeri Asia Timur, Korea Selatan, Jepang dan Hongkong seperti yang kita lihat di film-film. Sedikit sepeda motor, dan banyak orang berjalan kaki, serta menggunakan transportasi umum. Negeri pejalan kaki, di Surabaya ketika malam hari, dengan taman-taman kota yang indah. Tetapi tak banyak orang suka berjalan kaki.
No comments:
Post a Comment