be well,
Dwika
Habiskan Jatah Gagalmu
Apa yang akan Anda lakukan seandainya Anda diberikan jatah makanan sebanyak lima piring nasi? Kira-kira, jumlah itu sudah cukup untuk Anda, terlalu banyak ataukah kurang? Andai terlalu banyak, apakah Anda memang harus menghabiskan semuanya? Bila kurang, apakah Anda tidak bertanya kepada diri sendiri, jangan-jangan memang diri Anda terlalu rakus?
Anda mungkin akan berpikir lagi, bisa jadi jatah itu sudah cukup bagi Anda. Jatah itu sudah sesuai. Kalau Anda memakan lebih daripada jatah itu, ada kemungkinan Anda akan mengalam masalah, misalnya: perut kembung, lemas dan menjadi cepat mengantuk. Tentu hal itu akan mengganggu. Jika Anda memakan kurang dari jumlah itu, maka Anda mungkin akan merasa kelaparan dan tidak akan cukup energi yang dibutuhkan gerak dan kerja Anda. Jatah itu sudah diperhitungkan. Nah, seperti itulah prinsip dari jatah Anda dan masing-masing orang.
Sekarang, bagaimana kalau kita berbicara mengenai kegagalan? Sepertinya kata ini sudah menjadi momok bagi banyak orang. Kegagalan dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan, menakutkan, menyeramkan, bahkan menjijikkan. Sebegitu buruknya kata tersebut hingga kita berharap tidak bertemu dengannya. Kita ingin hidup kita selalu berhasil dan tanpa kegagalan. Persepsi ini sungguh sangat salah dan menyalahi kodrat kita sebagai manusia. Kalau ada yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal, maka itu adalah Tuhan Yang Mahakuasa. Manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak berdaya tanpa kuasa dari Tuhan. Jadi, manusia pasti akan menemui kegagalan, bagaimanapun bentuk, waktu dan keadaannya.
Dalam masyarakat kita, seseorang yang gagal seringkali dianggap sebelah mata. Seolah-olah dia adalah manusia hina. Oleh karena itu, kita mungkin sering mengolok-ngoloknya. Mungkin pula kita berbuat seperti itu karena kita “sayang” kepadanya. Kita kasihan kepada orang yang gagal dalam bisnis sehingga uangnya habis. Kita kasihan kepada orang yang mengalami kegagalan dalam rumah tangganya.
Ah, benarkah kita kasihan terhadap mereka? Lalu kita mengatakan untuk menyudahi usahanya, daripada gagal lagi. Apakah itu termasuk nasihat? Jangan-jangan, yang kita keluarkan itu bukan kalimat nasihat, melainkan justru racun! Ya, racun yang membuat mereka terus berpikir tentang kegagalannya. Meratapi nasib. Menyalahkan orang lain. Bahkan menyalahkan Tuhan. Membuat mereka berpikir ulang untuk bangkit lagi karena siapa tahu kegagalan yang lebih besar memang benar akan ditemui. Akhirnya, daripada bertemu dengan kegagalan, lebih baik tidak melakukan apa-apa. Tidak ada risiko. Semuanya aman-aman saja.
Padahal, jika dihubungkan dengan jatah seperti yang dibahas di awal tadi, kita ini sebagai manusia sebenarnya sudah diberikan jatah kegagalan oleh Tuhan. Ada yang banyak, ada pula yang sedikit. Tuhan Maha Adil. Jatah kegagalan diberikan sesuai dengan kemampuan masing-masing orang. Tidak ada kedholiman dalam hal itu.
Jadi, bila kita suatu saat menemui kegagalan, lebih baik kita berpikir positif saja. Ini kegagalanku yang keberapa? Jika kita merasa masih sedikit mengalami kegagalan dan sadar akan jatah kegagalan kita, maka kita akan terus mencari kegagalan kita. Kita tidak perlu risau dalam hal ini. Lebih positif dan dahsyatnya lagi, kita malah akan penasaran, berapakah kita diberikan jatah kegagalan itu? Wah, luarbiasa dahsyat! Kita akan terus bangkit, tanpa terlalu dipedulikan dengan omongan orang lain tentang kegagalan kita. Kita sudah ada jatah gagalnya. Kalau makin banyak jatahnya, maka sebenarnya kita ini adalah manusia yang luar biasa berkualitas, hebat dan dahsyat. Bukankah orang hebat dan dahsyat itu sanggup melalui masalah-masalahnya? Sanggup pula melewati kegagalan-kegagalannya?
Sampai di sini, marilah kita terus bangkit, berjalan dan selalu bersemangat dalam menjalani setiap napas kehidupan. Kita harus siap untuk mencari kegagalan-kegagalan kita dan siap pula untuk menghadapinya. Habiskanlah jatah kegagalan kita dan nikmatilah hidup ini!
Penulis : Rizky Kurnia Rahman
Sumber : topmotivasi.com
No comments:
Post a Comment