Meretas Jalan Spiritualisme Orang Kota |
**http://www.indospiritual.com |
Kota adalah tumpuan masyarakat Indonesia sebagai tempat harapan dan cita-cita untuk memperoleh pekerjaan. Banyak orang-orang desa berbondong-bondong pergi ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya demi mencapai masa depan kehidupan yang lebih baik. Itulah persepsi yang mungkin dibayangkan orang desa untuk hidup di kota dengan memperoleh pekerjaan layak dan mudah, dengan penghasilan yang cukup tinggi. Di sisi lain, kebutuhan hidup di kota begitu mudah untuk diperoleh, segala prasarana tercukupi, baik, transportasi, entertainment, shopping, mall, dan museum, universitas-universitas besar di kota metropolitan sudah pasti ada. Namun, hidup di kota tidaklah mudah, dibalik gemerlapnya kota metropolis juga banyak menyimpan penderitaan dan kesengsaraan. Kota besar dan metropolitan bagaikan magnet yang mempunyai daya tarik kuat bagi banyak orang. Akan tetapi, tak semua orang yang datang mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi kota yang begitu keras dan persaingan kerja yang sangat kompetitif. Kehidupan di kota itu penuh dengan ketakutan, kengerian, kecemasan, kemarahan, kekecewaan, hingga kehampaan dan kekosongan spiritual ketika dibenturkan dengan kerasnya kehidupan perkotaan. Muhammad Muhyidin dalam karya-nya “Orang Kota Mencari Allah”(2008), menyatakan secara tegas bahwa orang-orang kota mengalami tingkat penurunan spritualitas terhadap cara ibadah dan intensitasnya untuk taat kepada Allah Swt. Hal itu disebabkan, karena orang kota terlalu sibuk terhadap kehidupan duniawinya. Orang-orang kota adalah orang-orang yang mempunyai mobilitas begitu tinggi dan kegiatan yang sangat padat. Waktu bagi mereka terasa sangat sempit. Hampir setengah dari waktu duapuluh empat jam dihabiskan oleh orang–orang kota untuk menekuni pekerjaan yang itu-itu juga. Kekeringan Spiritualitas Kesibukan dunia telah melalaikan banyak orang akan kesibukan akhirat. Banyak orang yang sudah tidak peduli lagi akan pentingnya, shalat, membaca Al-Qur’an, membaca kitab-kitab para ulama, membaca buku-buku agama, menghadiri pengajian-pengajian dan berpuasa. Jadilah mereka terserang kegelisahan, kecemasan hingga kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup akibat kekosongan jiwa. Hidup menjadi serba monoton, tanpa warna, tanpa referensi spiritual dan itulah yang menjadikan mereka mudah kalut, emosi, stres, dan bahkan gila atau bunuh diri. Melihat realitas kehidupan di perkotaan yang multikompleks baik dari aspek sosial, ekonomi, politik dan agama. Mereka yang sedang dihimpit masalah dalam kehidupannya. Itu disebabkan mereka sangat jauh dengan Allah Swt. Karena, terlalu sibuk mengurusi kehidupan duniawinya. Pada hakikatnya orang-orang kota telah kehilangan Allah swt. Orang kota telah kehilangan pegangan terhadap sang khaliknya di satu sisi, dan menyadarkan diri pada mereka untuk berpegang pada pegangan yang tidak kuat yang bisa musnah dan hilang, termasuk, uang dan harta benda lainnya. Diniatkan sebagai Ibadah Kini, sudah saatnya orang-orang kota menata hati dan menjernihkan pikirannya untuk selalu menjalankan ibadah kepada sang khaliknya. Pertama, Segala aktivitas kehidupan yang berkaitan dengan dunia ini harus diniatkan sebagai ibadah sehingga nilai-nilai amaliah dan pahala itu akan berguna (meaningfull) di akhirat nantinya. Dengan kata lain, ketika kita telah menetapkan niat bahwa kita bekerja itu semata-mata untuk beribadah kepada Allah swt. Di mana hasil pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidup kita dan keluarga serta orang-orang yang menjadi tanggungan kita. Maka niat tersebut merupakan ikrar dan janji kepada Allah Swt. Kedua,dengan melakukan niat ibadah dalam mengerjakan pekerjaan. Kita berarti telah melakukan terobosan spiritual sebagai payung yang melindungi setiap gerak dan langkah kita. Dengan niat sebagai ibadah, berarti kita telah mengetuk pintu langit untuk memohon berkah, perlindungan, pertolongan dan rahmat Allah Swt. Dengan demikian, rendahnya spritualitas menjadi penyebab lahirnya kekerasan, kekejian dan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang. Karena itu, pada zaman modern ini kita perlu menciptakan dan menyediakan ruang-ruang energi spiritualitas dalam diri kita. Sesungguhnya, sifat dari semua energi itu kekal. Makna “kekal” itu berarti bahwa energi tersebut selalu ada dalam ranah ciptaan relatif. Meminjam istilahnya Filsafat Perennial, kekekalan yang relatif (relativity absolut). Dengan begitu, kita perlu menumbuhkan dan menciptakan keseimbangan energi spritual yang harus dipegang oleh setiap pemeluk agama yang tinggal di kota-kota besar. Kita harus meretas jalan kembali menuju agama dan spiritualitas, dari kejumudan menuju kreativitas, dari kelalaian menuju pencerahan. Sumber : Syahrul Kirom |
Dwika Sudrajat's experience appears to be concentrated in Information Technology / Network, with exposure to Sales / General. Dwika Sudrajat has 28 years of work experience, with 6 years of management experience, including a mid-level position. Global Worldwide office in Florida, Asia Pacific Office in Hong Kong, Sales Office in Jakarta. Email: vide.inc@gmail.com
Search This Blog
Saturday, May 28, 2011
Energi spiritualitas dalam diri Anda
Ciptakan dan menyediakan ruang-ruang energi spiritualitas dalam diri kita. Sesungguhnya, sifat dari semua energi itu kekal. Makna “kekal” itu berarti bahwa energi tersebut selalu ada dalam ranah ciptaan relatif.
be well,
Dwika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment