be well,
Dwika
"I Can't Communication"
by: Ponijan Liaw
by: Ponijan Liaw
Cara berkomunikasi menentukan kualitas diri seseorang. Kualitas diri menentukan ‘harga jual.’ Harga jual menentukan masa depan. Cerah tidaknya masa depan sangat tergantung pada gaya komunikasi yang dibangun dan dikristalisasikan selama perjalanan hidup seseorang. Ada yang memilih cara berkomunikasi secara positif. Ada pula yang memilih negatif. Inilah dualitas kehidupan selalu melekat pada kehidupan insan dunia. Dua orang yang berbeda ketika ditanya kesanggupannya mengerjakan sesuatu akan memberikan respons yang tidak sama. Yang pertama akan menjawab, “Sanggup, Pak. Tapi sulit.’ Sementara yang kedua akan menjawab, ‘Sulit, Pak. Tapi sanggup.’ Empat kata yang hanya mengalami reposisi tempat ternyata memberikan makna di balik frase yang sungguh berbeda. Yang pertama menunjukkan bahwa ia adalah orang yang pesimis, mungkin juga negatif. Sementara yang kedua adalah orang yang optimis, bisa jadi positif juga. Dari cara seseorang memberikan respons terhadap sesuatu yang ditanyakan, dapat langsung dinilai sejauh mana kualitas dirinya. Karena komunikasi selalu bersumber dari sistem limbic atau disebut juga sebagai otak emosional yang merupakan pusat otak yang berperan dalam mengendalikan emosi. Dan, ia selalu jujur, apa adanya. Jika komunikasi ‘pantang menyerah’ alias terus semangat dan positif ingin dibangun, ada dua hal yang perlu dimiliki dan diaplikasikan.
Secara verbal, diksi harus selalu diarahkan ke ranah positif, sekali pun dalam situasi negatif. Hal ini akan memberikan nuansa dan kesan konstruktif yang dapat dirasakan oleh pendengarnya. Misalnya, ketika ada sahabat yang gagal dan putus asa datang berkeluh kesah, pilihan kata yang tepat harus dapat segera diformulasikan agar suasana batinnya tidak semakin terpuruk. Kata-kata seperti: itu hanya sementara, potensi Anda jauh melebihi hal itu, Anda orang luar biasa, Anda pasti berhasil, dan seterusnya, tentu akan membangkitkan semangat ‘pantang menyerah’ untuk selalu mencoba. Gagal hari ini bukan berarti besok akan gagal lagi. Itulah kalimat sakti yang selalu diucapkan oleh Motivator No. 1 negeri ini, Andrie Wongso.
Secara non-verbal, gestures (gerak-gerik tubuh) harus mendukung. Tentu sulit membayangkan apabila kata-kata bernuansa motivasional dan suportif diucapkan dengan bahasa tubuh yang tidak menunjukkan semangat. Body language akan sangat menentukan seberapa besar orang bisa terpengaruh untuk melakukan hal yang sama dengan yang disampaikan penuturnya. Gerakan ini bisa membuat orang yang mendengar tersihir dan ‘fanatik’ terhadap pembicaranya. Lihat saja alasan mengapa sampai hari ini masih banyak sekali orang yang memuja, paling sedikit menghormati ke-kharismatik-an Bung Karno, Martin Luther King Jr., Barack Hussein Obama, Anthony Robbins, Robert Kiyokasi, dan lain-lain? Frase kuncinya adalah: mereka merupakan golongan orang yang selalu berdiksi positif dan kreatif-konstruktif, ditambah dengan bahasa tubuh yang penuh semangat menukik ke bilik hati pendengarnya. Mereka dikenang abadi sebagai orang yang tidak pernah menyerah dalam catatan sejarah. Karena mereka menerapkan ‘I can’ communication yang sangat mengagumkan. Semua orang terinspirasi dan tergerak karenanya.
Konklusinya, mulailah memilah dan memilih kata-kata positif setiap kali berkonversasi dengan siapa pun. Karena ia akan membuat lingkungan sekitar Anda bernuansa senada. Jangan ijinkan kata-kata ‘pematah semangat’ meluncur keluar dari bilik artikulasinya. Lebih baik diam seribu bahasa daripada menyaksikan tenggelamnya perjalanan hidup sahabat ke lembah derita yang lebih dalam. Selain itu, jangan lupa memberikan sinyal positif melalui bahasa tubuh. Tatapan mata yang penuh keyakinan. Gerakan tangan yang kokoh, tegas dan penuh keyakinan akan menambah vitamin semangat pendengarnya. So, sudahkah Anda melakukan ‘I can’ communication hari ini? Sukses untuk Anda!
No comments:
Post a Comment