be well,
Dwika
MENURUT perencana keuangan, Mike Rini Sutikno, ada dua kesalahan mendasar yang dilakukan para perempuan yang bergerak dalam bidang usaha. Pertama, min
(cara berpikir). Kedua, sistem atau tata cara pengelolaan keuangan.
Agar perempuan pengusaha dapat berkembang dan maju, Mike Rini menggarisbawahi beberapa hal yang harus dilakukan perempuan pengusaha.
1. Ubah cara berpikir
Jangan berpikir Gagi) bahwa usaha itu hanya sampingan. Namun bangunlah berdasarkan visi dan misi korporat sebesar/ sekecil apa pun usaha yang akan dijalankan. Banyak perempuan pengusaha yang meniatkan usahanya hanya untuk mencari uang tambahan. "Jadi, niatkan serius. Ini bukan sekadar mencari uang tambahan," tuturnya menegaskan.
Visi adalah cita-cita atau keinginan dari usaha yang ingin diraih (goal)- Misalnya, ingin menjadi pengusaha ayam goreng nomor i di dunia. Visi ini akan mendorong hadirnya konsep usaha dan pelaku usaha untuk dapat fokus pada bidang garapannya. Sementara misi merupakan terjemahan dari cita-cita yang diinginkan. Missi lebihkepada cara bagaimana pelaksanaan cita-cita tersebut. Missi akan berhubungan dengan bagaimana cara-cara membuat produksi yang qualified, pelayanan yang optimum, pengemasan yang menarik, dan promosi yang mendukung.
Visi menjadi pelaku usaha ayam nomor l di dunia akan didukung oleh pengadaan bahan dasar yang berkualitas, tempat yang representatif, pelayanan yang prima, dan hal-hal lain yang mendukung majunya usaha. Tidak mungkin menginginkan goal sebagai nomor l di dunia kalau bahan dasarnya ayam biasa dan berada di tempat biasa.
Visi dan misi ini, kata Mike, masih belum dimiliki para perempuan pengusaha. Padahal, segala sesuatu yang kecil bila diseriuskan akan menjadi besar. Sebaliknya, segala sesuatu yang besar, bila tidak diseriuskan akan menjadi kecil atau bahkan ambruk. 2. Pisahkan keuangan Masalah yang paling banyak terjadi dan dialamiperempuan pengusaha adalah campur aduk keuangan antara uang usaha (perusahaan) dan uang pribadi (keluarga). Akibatnya, tidak jelas untung rugi yang dicapai. Untuk keluar dari keadaan itu, jalan terbaik adalah pisahkan keuangan usaha dan keuangan pribadi. Buka dua rekening yang berbeda untuk kedua urusan tersebut.
Dengan demikian, neraca dan sirkulasi keuangan akan lebih terpantau. Sistem akuntansi dapat lebih terbaca. Mana uang keluar, mana uang masuk. Mana utang, mana piutang. Mana rugi, mana laba.
"Kalaupun terjadi penambahan modal yang diambil dari uang pribadi, pencatatannya akan tetap berbeda. Rekening usaha bertambah dari rekening pribadi, tetapi uang tersebut dapat dianggap sebagai pinjaman untuk tambahan modal usaha," ujarnya.
Cara seperti ini menurut Mike, digunakan tidak hanya untuk usaha perorangan pribadi, tetapi juga untuk usaha yang bersifat kongsi (bersama).
"Jadi, mulai tahun depan buka rekening yang berbeda dan pisahkan," ujarnya tegas.
3. Jangan berutang
Cara pandang bahwa usaha itu memerlukan modal besar dan harus banyak uang sudah harus disingkirkan. Pasalnya, kata Mike, pemahaman seperti itu akan mendorong pelaku usaha untuk mengajukan pinjaman. Padahal, berutang pada awal usaha sangat tidak di-anjurkan. Apalagi bila usaha itu belum dihitung cash flow yang mungkin berjalan. Salah-salah malah bukan mendatangkan uang, tetapi uang yang ada pun menghilang.
Mike menegaskan, menjadi pelaku usaha itu tidak identik dengan banyak uang. Namun, bagaimana cara mengelola uang untuk dapat mendatangkan uang.
"Kalau belum apa-apa sudah menengadah cari bantuan, mending jangan jadi pelaku usaha," ujarnya.
4. Ukur keberhasilan
Keberhasilan sebuah usaha tidak dilihat dari besaran saldo yang tercantum di rekening. Akan tetapi, itu dilihat dari berbagai aspek pendukung usaha, seperti sirkulasi barang, ketersediaan barang, jumlah pelanggan, karyawan (SDM) yang dimiliki, dll.
"Buat apa saldo rekening besar kalau permintaan barang tidak dapat terpenuhi? Sama saja usaha itu tidak bergulir," ujar Mike.
Semakin pelaku usaha itu berhasil, semakin ia mampu memainkan usahanya. Mana pengeluaran yang harus diperbesar, mana yang harus dikendalikan. Sebagai pedoman, pelaku usaha dapat memfokuskan keuangan usahanya pada omzet yang berputar, jangan pada omzet yang diam. Contohnya, bila sewa tempat lebih murah dibandingkan dengan membeli tempat (walaupun itu menjadi aset) sebaiknya dihindari. (Eriyanti/"PR")HM
No comments:
Post a Comment