be well,
Dwika
Kerja Keras, Buat Apa ?
Oleh Arvan Pradiansyah
Untuk kesekian kalinya, Ronny menarik napas panjang. ”Pekerjaan ini sungguh banyak mdan membosankan,” ujarnya berkali-kali. Diliriknya teman sebelahnya, Topo, yang tidak berkata apa-apa seakan menganggap sepi keluhannya.
”Kapan ya pekerjaan ini akan selesai?” katanya lagi, kali ini sambil menatap Topo. Ditatap begitu, Topo tersenyum. ”Ya namanya juga orang kerja, Ron, kita harus bersabar menerima apa pun yang datang kepada kita. Namanya juga mencari sesuap nasi,” ujar Topo. Merasa tidak mendapatkan sambutan yang berarti, Ronny pun kembali melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan enggan.
Beberapa hari kemudian, Ronny dipanggil menghadap atasannya. Si atasan baru saja mendapatkan keluhan dari beberapa pelanggan yang tidak menerima pesan-pesan yang dijanjikan melalui e-mail. Ini membuat beberapa urusan menjadi terbengkalai. Si atasan yang merasa sudah memenuhi janjinya kepada pelanggan ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dia meminta penjelasan pada Ronny yang merupakan staf administrasinya.
Ketika masalah tersebut ditelusuri, ternyata e-mail yang dimaksud sesungguhnya sudah dikirim, tetapibounce back. Ini karena Ronny salah memasukkan alamat e-mail. Ada beberapa nama yang salah eja, ada yang nama perusahaannya salah, ada yang tanda bacanya salah dan berbagai kesalahan kecil lainnya.
Tingkat kesalahan kirim untuk e-mail terakhir ini saja mencapai hampir 30%. Ini membuat atasannya bertanya tanya, janganjangan kesalahan seperti ini telah berlangsung cukup lama dan baru terbongkar karena masuknya keluhan dari beberapa pelanggan.
Ronny merasa bahwa pekerjaannya membosankan dan tidak penting karena ia hanya melihat pekerjaannya sebagai memasukkan data (data entry). Ia tidak sadar bahwa pekerjaannya yang sejati adalah membantu, memudahkan dan melayani orang lain.
Dia baru menyadari dampak pekerjaannya ketika ada keluhan yang masuk yang diakibatkan kecerobohannya memasukkan data. Sampai di situ pun ia hanya memaknai kesalahannya sebagai penyebab tidak sampainya e-mail tersebut ke tangan pelanggannya. Ia masih tidak sadar betapa pentingnya e-mail tersebut dan betapa besarnya kerugian yang diderita si pelanggan karena tidak menerima e-mail yang dikirim perusahaannya tersebut.
Dampak besar
Kita hanya bisa menemukan makna pekerjaan bila melihatnya dari sudut pandang orang lain. Seorang kawan saya sebut saja Denny mempunyai pekerjaan yang tidak kalah membosankannya. Dia bekerja di sebuah perusahaan konsultan yang menangani survei 360 derajat.
Seperti yang kita ketahui, survei 360 derajat adalah sebuah alat untuk mengukur nilai seorang profesional di mata rekan-rekannya. Disebut 360 derajat karena yang menilai si profesional ini adalah orang yang berada di sekelilingnya seperti atasan, rekan sejawat, bawahan, dan pelanggan.
Seorang profesional bisa dinilai oleh 10 orang. Nah, rekan saya ini adalah orang yang bertugas untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan survei ini: mulai dari memasukkan data ke komputer, melakukan scanning, sampai memproduksi profil setiap profesional.
Bayangkan kalau satu perusahaan mengirimkan 100 karyawannya untuk mengikuti survei, maka ada 1.000 lembaran yang harus ia input ke dalam komputer. Bila satu kuesioner mengandung 50 pertanyaan, ada 50.000 data yang harus ia masukkan ke dalam komputer. Itu baru dari satu perusahaan. Padahal pelanggan yang mengikuti survei ini bisa berjumlah lebih dari 20 perusahaan dalam 1 bulan. Bisa dibayangkan betapa membosankan pekerjaan rekan saya ini bukan?
Awalnya Denny juga merasakan kejenuhan yang amat sangat. Namun, suatu ketika ia mengalami pencerahan ketika mengikuti atasannya bertemu dengan seorang pelanggan. Pelanggannya ini adalah seorang manajer di sebuah perusahaan multinasional yang begitu berterima kasih karena survei ini sangat membantunya untuk meningkatkan kinerjanya.
Sebelumnya si manajer itu tidak menyadari bahwa banyak perilakunya yang telah mengecewakan rekan kerjanya. Ini membuat mereka tidak mau membantu si manajer sehingga kinerja manajer ini sempat terganggu. Manajer ini baru terbuka matanya setelah ia menerima survei 360 derajat dan mempelajarinya.
Hal ini ternyata juga membawa pencerahan bagi Denny. Ia baru sadar bahwa pekerjaan yang selama ini ia lakoni ternyata memiliki dampak yang begitu besar terhadap pelanggannya. Melalui data yang ia masukkan satu persatu itu banyak manajer yang merasa tercerahkan ketika mengetahui bagaimana orang-orang di sekitarnya memandang dirinya.
Dia baru sadar betapa fatalnya bila ia salah memasukkan data. Yang menarik, begitu Denny bisa melihat nilai pekerjaan yang sesungguhnya ia menjadi benarbenar tercerahkan. Ia merasa pekerjaan yang dilakukan begitu penting, berarti, dan bermakna terhadap pelanggannya.
Pekerjaannya bisa membantu orang menjadi profesional yang lebih baik lagi, membantu orang untuk bersinergi, mencapai hasil serta mendapatkan penghargaan dan promosi.
Sejak saat itu, Denny melakukan pekerjaan yang sama dengan cara yang sangat berbeda. Ketika kejenuhan melanda, dia tinggal membayangkan betapa mulianya tugasnya bagi pelanggannya, dan seketika itu juga rasa malas dan bosan akan sirna dari hidupnya.
No comments:
Post a Comment