Search This Blog

Saturday, July 9, 2011

Menabur, menggali potensi, berkreasi

Anda memantaskan diri Anda, punya bekal yang memadai dan menjaga sikap Anda. Muda bukan halangan untuk berkarya. Muda bukan hambatan untuk berbagi. Justru masa muda adalah saat yang tepat untuk menabur, untuk menggali potensi, untuk berkreasi dan … masa muda adalah saat  yang paling indah untuk berkarya.
be well,
Dwika



Menjadi Trainer di Usia Muda, why not?

Apr 20, 2010 Author: Anna | Filed under: Galeri Inspirasi, HRD, Training & Organisasi Sore itu saya sedang berbincang-bincang soal training dengan seorang rekan yang juga berprofesi sebagai trainer. Usianya masih tergolong muda, terlebih karena usianya memang lebih muda dari saya beberapa tahun. Eh, kalau saya sih menganggap usia saya masih muda lho… ukurannya sih dari teori tahap perkembangan usia 21-35 tahun adalah Dewasa Awal (ada juga teori yang mengatakan usia 18-35 tahun), setelah melewati usia Remaja dan sebelum masuk ke tahap Dewasa.
“Jadi trainer seumur kita ini susah susah gampang ya?” demikian rekan saya, sebut saja bernama Dimas, memulai sharingnya. “Pernah suatu saat, waktu aku ngasi training di sebuah perusahaan, dan ketika ditanya berapa umurku sekarang, si pimpinan perusahaan itu terheran-heran. Kemudian setelah dia tahu umurku, dan aku baca body languagenya serta melakukan kalibrasi, keliatan deh kalau dia mulai kurang antusias. Padahal sebelum dia tanya soal umur, dia semangat lho menyimak training. Emang ada hubungannya ya antara usia muda dengan keyalakan menjadi trainer?”

Oiya, mungkin ada yang belum familiar dengan istilah “kalibrasi” yang umum dipakai di NLP. Kalibrasi artinya mengamati ekspresi tingkah laku dan mengasosiasikan tingkah laku itu dengan respon internalnya. Gampangnya, kalibrasi adalah aktivitas observasi terhadap perilaku dan mengasosiasikan dengan kondisi internal –perasaan- yang dialami.
Si Dimas melanjutkan lagi pengalamannya.
“Pernah juga nih seorang peserta training memberikan komentar. Dia bilang, wah masih muda kok mau ngasi training ke peserta yang udah lebih banyak pengalaman, apa pantas tuh?”
Bukan hanya Dimas yang pernah mengalami pengalaman mendapatkan respon yang kurang kondusif dan supportif, ketika seseorang mengaitkan usia muda dengan kepantasan atau kelayakan menjadi trainer. Beberapa rekan saya yang juga memilih berkarir sebagai trainer di usia yang tergolong muda rata-rata pernah mengalami pengalaman dianggap kurang pantas memberikan training kepada peserta yang usianya lebih tua dan tentunya lebih banyak mengalami peristiwa hidup. Sebenarnya ada gak sih hubungan antara usia dengan kelayakan menjadi trainer? Hayooo….??
Bagaimana dengan pengalaman saya sendiri? Ketika memutuskan untuk menjalani hobi saya di dunia training, dan belajar dari pengalaman rekan sebaya yang telah lebih dahulu menjadi trainer, saya pun merasa perlu mempersiapkan diri terhadap kemungkinan respon peserta soal usia saya. Ada beberapa hal yang biasanya saya lakukan untuk mengantisipasi dan untuk meyakinkan diri saya dan juga peserta training bahwa menjadi trainer di usia muda itu pantas-pantas saja, sah-sah saja. Ini yang biasanya saya lakukan :
1.      Berikan informasi profile diri (keahlian, spesialisasi, sertifikasi) termasuk usia kita
Kita boleh muda (siapa yang bilang gak boleh ya? J), tapi keahlian maupun sertifikasi yang kita miliki tentunya memiliki value added untuk menambah kredibilitas kita. Dari segi pengalaman di dunia riil atau lingkup organisasi/pekerjaan para peserta training, dapat dipastikan kita yang muda masih belum bisa menyamakan kuantitas pengalaman para peserta. Nah, berbekal keahlian, spesialisasi dan hasil belajar kita terhadap suatu skill tertentu secara intens, kita sudah punya satu selling point untuk bisa tampil di depan peserta. Tapi, kalau kita belum punya suatu keahlian tertentu, tidak mendalami suatu skill atau materi tertentu, dan terlebih tidak memiliki kemampuan berbicara di depan kelas… waduh, gawat euuy!!
Menyebutkan usia saya saat ini pasti saya lakukan di awal sesi training. Tujuannya, supaya peserta tidak bertanya-tanya lagi berapa usia trainer yang saat ini ada di depan mereka. Dan setelah menyebutkan usia saya, saya sekaligus menambahi kalimat, misalnya, “Usia saya masih muda ya, pasti lebih muda dari beberapa atau sebagian besar peserta training disini. Orang bilang usia muda itu usia produktif, sedang giat-giatnya, banyak waktu untuk menambah keahlian dan waktu yang tepat untuk belajar dan bisa sharing ke banyak orang”. Nah, dengan melakukan reframing seperti itu, tentu saya berharap peserta tidak melakukan ‘blocking’  soal usia dan mereka akan berpikir “it’s ok lah –age doesn’t matter-, let see how the trainer share her/his idea”.
2.      Ubahlah fokus jika ada komentar soal usia
Sekali lagi, jika ada peserta yang mengomentari usia kita dengan komentar tidak membangun, kita tidak perlu terfokus dan apalagi tersinggung dengan komentar tersebut. Membahas sisi lainnya ditambah sedikit humor atas komentar soal usia adalah pilihan yang lebih baik. Saya pernah mengalami komentar soal usia ini.
“Wah, usia Mbak sama dengan anak saya nih”, komentar salah satu peserta training yang terlihat paling senior diantara peserta training lainnya.
“Lho, memang usia Bapak berapa?”  saya balik bertanya.
“52 tahun”
“Ooh, Bapak 52 tahun, sedangkan saya 33 tahun… ngg.. berarti Bapak sudah memiliki anak di usia 19 tahun, dan kemungkinan Bapak menikah di usia 18 tahun. Kalau sekarang kayaknya jarang banget Pak yang menikah di usia 18…..”.
Dengan respon yang saya berikan ini, akhirnya si pemberi komentar tidak lagi terfokus soal usia saya (yang masih muda). Peserta lain pun akhirnya tidak ikut terfokus di usia, tapi di soal menikah di usia muda. Namun, merespon komentar seperti itu dengan cara yang tepat ya, jangan sampai kita akhirnya malah menghakimi peserta yang menikah di usia muda. Ingat, kita sedang jadi trainer, bukan hakim.
3.      Humble… humble and humble
Be humble to trainee! Kebanyakan peserta training respek ke trainer jika ia menjaga sikap rendah hati meskipun dari segi keahlian si trainer memiliki suatu value added yang belum dimiliki peserta. Jangan lupa katakan maaf jika ada slip of tongue atau ada kesalahan dalam penyampaian suatu materi. Jangan pernah merasa tinggi hati! Jangan pula terlalu membangga-banggakan keahlian dan pengalaman kita. Jual selling point kita tetap dengan cara yang humble dan sederhana. Sikap ini perlu terus menerus kita internalisasi dalam diri kita. Jangan kita berpura-pura rendah hati hanya dengan ucapan verbal, tapi ekspresi dan mimik kita menunjukkan sikap sombong dan arogan. Ini mah lain di ucapan lain di pikiran. Orang bilang gak kongruen tuh.
4.      Persiapan diri dengan maksimal
Apapun bisa terjadi dalam sebuah training. Meskipun sudah berkali-kali memberikan materi training yang sama, tetap persiapkan diri kita untuk mempelajari materi dan bahan training. Sekaligus berikan variasi dan kreativitas kita pada topik training yang sama. Tambahkan beberapa slide yang baru, berikan games atau ice breaking yang berbeda dari sebelumnya. Bukan hanya peserta training yang senang, kita sebagai trainer juga lebih produktif dan kreatif, meskipun peserta training sendiri tidak tahu bahan training yang pernah kita berikan untuk kelompok peserta yang lain.
5.      Gali pengalaman dari peserta yang lebih senior
Kebanyakan modal yang dimiliki trainer yang berusia muda adalah suatu keahlian atau spesialisasi di bidang tertentu, terutama dengan ilmu/wacana baru yang sedang berkembang saat ini. Perkayalah bahasan tentang ilmu/wacana yang kita sharingkan itu dengan menggali pengalaman dari peserta yang lebih senior (usianya). Dengan demikian, selain peserta yang senior merasa dihargai, kita pun sebagai trainer punya tambahan wacana baru lagi mengenai aplikasi dan contoh riil dalam praktek.
Apa lagi ya yang biasanya saya lakukan dengan konsekuensi menjadi menjadi trainer di usia yang muda? Mungkin ada lagi yang saya lakukan, tapi bisa jadi dilakukan secara unconsicous (competence). Nanti kalau saya ingat, saya tambahkan sharing saya lagi.
So, menurut saya pantas-pantas saja kok menjadi trainer di usia muda… asalkan kita memantaskan diri kita, punya bekal yang memadai dan menjaga sikap kita. Muda bukan halangan untuk berkarya. Muda bukan hambatan untuk berbagi. Justru masa muda adalah saat yang tepat untuk menabur, untuk menggali potensi, untuk berkreasi dan … masa muda adalah saat  yang paling indah untuk berkarya, bukan?

No comments:

Post a Comment