Search This Blog

Monday, June 6, 2011

Konsekuensi perbedaan

Anda harus ingat bahwa konflik adalah konsekuensi dari adanya perbedaan. Tugas Anda adalah menemukan di mana letak perbedaan itu dan bagaimana mengolaborasikan kedua perbedaan tersebut agar sama-sama menguntungkan kedua belah pihak.
be well,
Dwika





Managing Conflict

“Untuk memenangkan sebuah peperangan, Anda tidak perlu memenangkan semua pertempuran.”
Sun Tzu
Konflik adalah sebuah keadaan yang selalu akan kita jumpai dalam kehidupan ini. Bukan hanya dalam pekerjaan, melainkan juga dalam seluruh aspek kehidupan kita. Selama Anda masih hidup di dunia ini dan bertemu dengan orang lain, maka Anda juga akan bertemu dengan konflik.
Konflik adalah konsekuensi dari adanya perbedaan. Tentu saja kita semua sadar bahwa setiap orang berpikir, berperilaku, dan hidup dengan cara yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga, konflik menjadi sesuatu yang tidak akan punah selama peradaban masih ada.
Sayangnya, tidak semua orang bisa berurusan dengan konflik. Bagi beberapa orang konflik bagaikan monster mengerikan yang sangat mengganggu mereka dan mereka sangat berusaha untuk menghindari konflik jauh-jauh.
Salah seorang peserta pelatihan pernah bercerita dalam sebuah sesi konseling, “Pak, saya itu sangat tidak nyaman kalau berbeda pendapat dengan orang lain. Biasanya saya akan berusaha memenuhi keinginan semua orang supaya saya tidak perlu konflik. Kalau toh saya benar-benar sudah tidak bisa menerima pendapatnya, biasanya saya memilih untuk menjauhi orang itu.” Apakah Anda sering berjumpa dengan orang-orang seperti ini? Atau mungkin bahkan Anda sendiri yang memiliki prinsip seperti itu?
Saya sudah berjumpa dengan banyak sekali orang-orang yang enggan berurusan dengan konflik, akibatnya mereka memilih untuk “berkorban” hanya supaya tidak terjadi konfrontasi dengan orang lain.
Orang-orang seperti ini akan sangat menderita dan memiliki banyak beban emosional, karena mereka selalu memosisikan diri pada keadaan lose-win dimana mereka sering kali menjadi pihak yang kalah.
Bahkan dalam banyak kasus, pada akhirnya, orang-orang yang suka menghindari konflik akan menjadi “korban” yang dimanfaatkan. Mereka mudah ditekan dan dikendalikan oleh orang-orang yang “tidak berperasaan”. Ketakutan mereka untuk terlibat dalam konflik membuat mereka mengalami banyak kerugian dalam berbagai hal.
Sebaliknya, ada juga sebagian orang yang menganggap konflik seperti sebuah perlombaan yang harus mereka menangkan. Mereka memang tidak takut dengan adanya konflik, tetapi mereka menolak untuk menjadi pihak yang kalah, sehingga dalam posisi lose-win, mereka selalu memaksa untuk menjadi pihak yang menang.
Banyak orang menyebut orang-orang seperti ini sebagai orang “egois dan tidak memikirkan kepentingan orang lain”. Pada awalnya, orang-orang ini tampak selalu diuntungkan dan tidak mengalami kerugian apa pun. Namun, pada jangka panjang, tidak seorang pun yang mau berhubungan dan bekerja sama dengan dirinya.
Lalu pertanyaannya, bagaimanakah supaya konflik tidak menjadi sesuatu yang menghancurkan kita? Bagaimanakah kita bisa mengelola konflik tanpa mengorbankan diri-sendiri maupun mengorbankan orang lain? Dalam kesempatan ini saya akan memberikan beberapa langkah sederhana yang bisa Anda praktikkan saat Anda menghadapi konflik dengan seseorang.
Pertama, Anda harus menyadari bahwa konflik muncul bukan karena kesalahan siapa pun. Jangan salahkan orang lain karena konflik yang terjadi. Juga jangan menyalahkan diri Anda sendiri untuk terjadinya konflik.
Sekali lagi, Anda harus ingat bahwa konflik adalah konsekuensi dari adanya perbedaan. Tugas Anda adalah menemukan di mana letak perbedaan itu dan bagaimana mengolaborasikan kedua perbedaan tersebut agar sama-sama menguntungkan kedua belah pihak.
Kemudian, mulailah menyadarkan orang yang konflik dengan Anda bahwa situasi tersebut tercipta karena andil dari kedua belah pihak. Dalam sebuah konflik, seseorang cenderung bersikap defensif dan menyalahkan pihak lain. Berilah penjelasan bahwa konflik itu terjadi bukan disebabkan oleh satu pihak saja, melainkan semua pihak turut menjadi penyebab munculnya konflik.
Cobalah menjelaskan situasi ini dengan pola Sadubarka, yaitu pola “SAya DUlu BAru KAmu”. Apa maksudnya pola Sadubarka ini? Perhatikanlah contoh berikut ini, “Saya mengerti mengapa kita berdua menjadi jengkel.
Memang saya keterlaluan karena memotong perkataanmu dengan kasar dalam meeting tadi. Saya melakukan itu karena merasa tersinggung dan merasa bahwa perkataan yang kamu ucapkan di depan rekan-rekan tadi tidaklah benar.”
Dapatkah Anda melihat penerapan pola Sadubarka di sini? Jika Anda mencermati kalimat contoh yang saya berikan, Anda bisa menangkap bahwa kalimat tersebut mencoba menjelaskan bahwa konflik itu merugikan semua pihak (bukan hanya satu pihak saja), dan penyebab munculnya konflik ini karena andil dari kedua pihak.
Dengan menjelaskan situasi ini, orang lain akan dibawa pada sebuah kondisi di mana ini merupakan masalah bersama yang merugikan semua orang, sehingga perlu dicari solusi yang menguntungkan untuk semua orang juga.
Setelah menjelaskan situasinya, cobalah untuk membuka diri terhadap penjelasan orang lain. Tanyakanlah alasan apa yang membuat mereka berkata atau berperilaku tertentu. Kadangkala ketika kita sudah dikuasai emosi, kita cenderung kehilangan kejernihan pikiran kita dan terjebak untuk membela diri serta menyalahkan pihak lain.
Banyak sekali orang yang terjebak dalam konflik yang semakin besar dan destruktif hanya gara-gara mereka tidak mau mendengarkan penjelasan orang lain. Padahal, sering kali masalah bisa diselesaikan hanya dengan saling mendengar alasan dan latar belakang yang dikemukakan oleh kedua belah pihak.
Selanjutnya, mulailah menawarkan solusi bersama yang akan dilakukan oleh kedua pihak dan jangan lupa untuk menekankan dengan jelas keuntungan bersama yang akan diperoleh. Melanjutkan contoh di atas, perhatikan contoh kalimat berikut ini,
“Oke, kalau begitu, bagaimana jika kita mengatasi masalah ini dengan cara, saya akan menjelaskan kesalahan saya kepada rekan-rekan dan atasan kita. Dan kamu juga bisa menjelaskan bahwa perkataanmu tadi belum dikonfirmasikan kebenarannya. Dengan begitu, kita bisa menciptakan suasana kerja yang lebih kondusif, dan manajemen juga melihat bahwa kita berdua mampu menyelesaikan masalah ini tanpa membawa efek negatif pada pekerjaan.”
Dalam menawarkan solusi bersama pun tetaplah menggunakan pola Sadubarka agar orang lain selalu ingat bahwa ini adalah masalah bersama yang harus diselesaikan secara bersama pula.
Nah, semoga setelah membaca artikel singkat ini, Anda bisa lebih bijaksana dalam menghadapi konflik. Pada akhir tulisan saya, izinkan saya menuliskan sebuah kalimat yang selalu saya katakan dalam pelatihan kecerdasan emosi yang saya pandu, “You can’t stop the wave, but you can learn to surf”.
Anda tidak bisa menghentikan konflik datang dalam kehidupan Anda, tetapi Anda selalu bisa belajar bagaimana mengelola dan memanfaatkan konflik untuk mendewasakan diri Anda.

No comments:

Post a Comment