Search This Blog

Saturday, October 29, 2011

Wajib memberi nafkah

Kita tetap punya kewajiban untuk memberi nafkah ke keluarga . Jangan sampai keluarga kelaparan, berantakan, anak tidak bisa membayar sekolah, karena kita tidak menyiapkan cadangan uang buat mereka selama kita memutus jalur penghasilan tetap (wirausaha).
be well,
Dwika


**"Nukman Luthfie"
Banyak yang ingin jadi pengusaha, namun tak juga terjun jadi pengusaha bertahun-tahun karena berbagai hambatan, seperti restu orang tua, keluarga atau istri. Hambatan lain: belum punya (kekurangan) modal, serta belum menemukan mitra yang tepat. Yang paling berat adalah hambatan kenikmatan menjadi karyawan, dengan gaji tetap, tunjangan dan bonus (yang  tinggi untuk yang sudah berada di puncak). Kita seringkali tak siap kehilangan pendapatan tetap sebagai karyawan.
Maka, jika sudah mantap menjadi pengusaha, saya sarankan “bakar kapal” seperti yang saya lakukan akhir Desember 2002 saat mengundurkan diri sebagai Direktur IT dan Pemasaran Detik.com.  Keluar bukan untuk melamar menjadi karyawan/eksekutif di tempat lain. Tapi langsung membangun usaha dengan segala risikonya.
Apa risikonya? Cuma dua: berhasil atau gagal. Ada yang berhasil, usahanya tumbuh baik dan mengkilap dalam tempo cepat. Ada yang tumbuh meski banyak tantangan di perjalanan bisnisnya. Tapi tak sedikit yang gagal, merepotkan mitra bisnisnya dan keluarga, dirundung hutang, bahkan ada yang lalu kembali lagi menjadi karyawan.
Agar tidak mudah terjerumus ke jurang kegagalan, bakar kapal harus dipikirkan baik-baik, berdasarkan akal sehat, bukan hanya karena terbakar emosi akibat motivasi seseorang.
Maka, sebelum bakar kapal, pastikan hal-hal di bawah ini sudah dilakukan.
1. Sudah jelas bisnis yang akan ditekuni.
Pernah mendengar kalimat ini: “Saya pingin jadi pengusaha tapi belum tahu mau bikin bisnis apa,“? Saya tak hanya pernah, bahkan sering mendengar beberapa orang berkata begitu dengan semangat tinggi. Biasanya hal ini terjadi karena yang bersangkutan baru mengikuti seminar atau acara lain yang membakar semangat menjadi pengusaha.
Jangan bakar kapal jika masih belum jelas mau bisnis apa. Hasilnya hampir pasti gagal dan buruk buat masa depan.
Saya dulu berani bakar kapal karena sudah jelas visinya: menjadi pengusaha online dengan membangun jasa consulting (Virtual Consulting) yang fokus pada strategi online memang menjadi keahlian saya, plus membangun bisnis online lain yang terkait kompetensi saya (sekarang ada PortalHR.com, Juale.com, dan Musikkamu.com , tidak termasuk beberapa lainnya yang kandas di tengah jalan)
2. Business plan sudah siap.
Jika sudah jelas mau  bisnis apa, berikutnya: sudahkah membuat rencana bisnisnya? Tidak sulit membuat business plan. Jika tidak bisa, minta bantu teman yang ahli. Jika sulit mencari yang bisa membantu membuat rencana bisnis, buat saja yang sederhana, sehingga kita tahu bisnis yang kita akan tekuni itu seperti apa, siapa target pasarnya, berapa potensi pasarnya, siapa pesaingnya, apa sumber daya (manusia, teknologi, modal) yang kita butuhkan dan kita tahu di mana mencarinya.
T anpa 1 dan 2, jangan terburu-buru bakar kapal. Salah-salah, Anda yang terbakar.
3. Bagi yang berkeluarga, pastikan punya cadangan belanja yang aman.
Bakar kapal itu besar risikonya. Bakar kapal itu menghilangkan pendapatan tetap, yang biasa kita nikmati setiap bulan, sejelek apapun performa kita.  Jika kita punya keluarga, kita tetap punya kewajiban untuk memberi nafkah ke mereka. Jangan sampai keluarga kelaparan, berantakan, anak tidak bisa membayar sekolah, karena kita tidak menyiapkan cadangan uang buat mereka selama kita memutus jalur penghasilan tetap itu.
Ingat lho, saat kita memulai usaha sendiri, mungkin saja kita belum bisa menggaji diri sendiri pada awal-awal bulan (seringkali dianggap sebagai utang perusahaan ke eksekutif).
Maka, siapkan cadangan minimal sesuai dengan prediksi kita, berapa lama kita mulai bisa menggaji diri sendiri sebagai eksekutif usaha kita sendiri, yang cukup untuk membiayai kebutuhan normal keluarga. Bisa tiga atau enam bulan, tergantung perhitungan bisnisnya. Dulu, ketika saya membakar kapal, saya sudah siapkan 12 bulan kebutuhan keluarga dalam bentuk deposito yang saya niatkan untuk tidak disentuh sama sekali untuk kebutuhan selain keluarga.

Jika poin 1,2 dan 3 terpenuhi, secara akal sehat, kita boleh bakar kapal.
4. Berbagi risiko dengan istri/suami.
Dalam satu keluarga, sebaiknya suami istri jangan membakar kapal pada saat yang sama meski keduanya sama-sama berniat menjadi pengusaha. Saat yang satu bakar kapal, sebaiknya pasangannya tetap menjadi karyawan, agar dapur tetap ngebul dari gaji rutin sebagai karyawan. Pilih secara bijaksana, mana yang membakar kapal terlebih dulu. Boleh istri atau suami dulu.  Jika yang bakar kapal sudah berhasil, cash flow bagus, yang satunya bisa menyusul jadi pengusaha. Sabar.
5. Berbagi risiko dengan mitra
Risiko gagal akibat bakar kapal bisa kita perkecil jika saat membangun usaha, kita tidak sendirian.  Jika bertiga misalnya, satu atau dua boleh bakar kapal, yang lainnya tetap sebagai karyawan untuk memenuhi kebutuhan minimal bulanan  mitranya yang mungkin belum bisa menggaji penuh dirinya sendiri saat memulai usaha.
Nomor 1,2 dan 3 di atas menurut saya menjadi syarat mutlak bakar kapal. No 4 dan 5 merupakan syarat tambahan untuk menekan risiko.
Ada yang ingin menambahi poin di atas?
Author: "Nukman Luthfie"

No comments:

Post a Comment