Search This Blog

Wednesday, March 30, 2011

Marketing

Pemasaran adalah ilmu “proses”, bukan ilmu “instant”.
be well,
Dwika - Managing Consultant



Strategi Satu Malam
by:  Rhenald Kasali

Beberapa tahun lalu ada pembicara seminar yang menjual kiat cara sukses dalam dua hari. Setelah lewat beberapa bulan, saya mendengar igauan yang dijual menjadi lebih dahsyat lagi, yaitu “menjadi kaya dalam waktu dua jam”.

Rekan-rekannya yang lain juga tak mau kalah, bahkan memasuki sektor pendidikan dengan menjual impian pada orang-orang tua. Kali ini topiknya bergeser, yaitu membuat anak menjadi pintar dalam dua jam.

Bombastis bukan? Kalimat-kalimat yang ditawarkan dalam iklan begitu merangsang. Kalau Anda kritis maka Anda akan berkata: “This is too good to be true”. Rasa-rasanya kok tak semudah itu. Namun fakta sebaliknya justru terjadi. Di beberapa stasiun radio saya mendengar pendengar acara seduktif ini begitu banyak. Pertanyaan-pertanyaan yang masuk via SMS dan Twitter mencapai ratusan setiap kali tayang. Semuanya laku bak kacang goreng melebihi kehebatan batu Ponari.

Kalau Anda berprofesi sebagai pendidik harusnya Anda merasakan kegelisahan: Penipuan apa yang tengah terjadi? Igaunan seperti ini sama bentuknya dengan iklan-iklan yang banyak ditemui di dunia maya dengan produk-produk bombastis seperti ”Bikin duit dotcom” atau ”Kejar duit dotcom”. Mereka menjanjikan ”akan membuka satu-satunya rahasia untuk membuat Anda kaya raya dalam sekejap.” Ongkosnya pun murah, hanya dua ratus ribu rupiah.

Di dorong oleh orang tua yang gelisah, anak-anak muda dipacu memasuki dunia imaginer yang semu, yang seakan-akan ada kebodohan yang membuat hidup orang tua selama ini ”tidak kaya”. Sukses diidentikan dengan kaya. Sesuatu yang sungguh menggoda dan bagi orang-orang yang gelap mata, tak ada kata win-win dalam mengejar kesuksesan itu. Win-lose juga oke.



Pemasaran Satu Malam

Lain cerita banyak beredar di lingkungan para pembina PKBL atau CSR yang menangani komunitas usaha-usaha mikro. Hal serupa juga ada di lingkungan para birokrat yang menyalurkan dana-dana untuk memajukan UMKM. Dan samar-samar juga terdengar ada di sejumlah pengusaha kecil.

Ceritanya adalah soal usahawan-usahawan mikro yang kesulitan pemasaran. Bertahun-tahun usaha dibangun, yang datang hanya jatuh-bangun saja. Memproduksi tidak ada masalah. Jualnya lah yang selalu bermasalah. Order kadang ada, kadang tidak. Namun begitu ada order besar, tidak bisa dipenuhi.

Semua orang itu minta diajari ”cara” supaya berhasil. Dan yang ada di kepala mereka adalah “cara-cara” yang cepat. Mereka minta ditunjukkan kesalahan-kesalahannya. Dan kalau ini bisa ditemukan, maka bisnisnya bisa menjadi sukses. Mereka butuh cara instant karena bisnis sudah separuh jalan. Argo bunga kredit berjalan terus dan perut tak bisa disuruh berhenti makan.

Namun tahukah Anda, tak ada satu ilmu bisnispun yang mengajarkan cara instant kecuali model-model penipuan seperti money games, hipnotis, jual seminar yang bombastis, kejarduit dotcom atau seperti yang dilakukan dua perempuan yang hari–hari ini sedang menjadi berita besar? Yang satu bekerja di Bank dengan memanipulasi data keuangan nasabah. Yang satu lagi dengan berpura-pura menawarkan peluang bisnis.

Ketika Anda meminta dibantu “pemasaran”nya, maka Anda pun harus “bangun” dari tidur Anda bahwa pemasaran adalah ilmu “proses”, bukan ilmu “instant”. Anda tidak mungkin menjual lebih banyak pasta gigi hanya dengan memperbesar bibir tube pasta agar orang memencet lebih banyak sehingga frekuensi pembelian menjadi lebih sering.

Cara ini bukanlah ”value creation” melainkan pemborosan yang pembelinya dapat dibangunkan. Ketika konsumen sadar telah tertipu, Anda telah kehilangan satu-satunya modal besar seorang pengusaha, yaitu reputasi.

Kalau Anda ingin anak-anak Anda kelak kompetitif di dunia usaha atau dunia maya, ajarkanlah bagaimana ia memiliki goals yang baik dan beritahu kepadanya proses-proses apa yang harus ia lewati. Sama halnya dengan kegelisahan para pembina UMKM, cukup ajarkan para pengusaha cara membangun proses yang benar.

Tentu saja setiap proses makan waktu, untuk membuat produk Anda diterima oleh pasar, ada serangkaian proses yang harus Anda lewati. Mulai dari pengenalan produk, perbaikan isi, penyempurnaan kemasan, pengenalan nama danrebranding, pemilihan lokasi, promosi dan komunikasi , dan seterusnya.

Selama proses itu benar, maka muaranya diduga akan menghasilkan output yang benar. Dalam proses itu terjadi penyempurnaan yang bagi sebagian manusia instant akan dianggap menjemukan. Mereka ingin cepat-cepat meninggalkan proses itu dan masuk pada aktivitas yang menghasilkan banyak uang. Sebaliknya proses tak bisa dibuatinstant.



Wirausaha Beretika

Saat saya menulis kolom ini, di Rumah Perubahan, kami tengah membimbing puluhan wirausahawan muda. Sebagian diantara mereka sudah memiliki omset antara Rp 40 juta hingga 100 juta. Tetapi ada juga yang sambil malu-malu menyebutkan omsetnya hanya dua juta rupiah perbulan

Pepatah lama mengajarkan, “tidak penting Anda memulainya dari mana, melainkan muaranya sampai kemana.”

Saya menyaksikan orang-orang yang mengklaim dirinya telah tumbuh menjadi sukses dengan acuan pada angka yang telah dicapai hari ini ternyata belum memiliki business process yang benar. Mungkin juga mereka adalah produk dari guru-guru jalan pintas yang selama ini mengajarkan jurus sukses 2 jam seperti yang banyak kita lihat.

Kepada mereka tentu saja kita perlu meluruskan bahwa proses bisnis yang buruk akan mengantarkan mereka pada muara yang tidak mereka inginkan, yaitu hilangnya kepercayaan atau bahkan, masuk penjara seperti para koruptor dan penipu.

Mereka yang telah mencapai omset besar ternyata lebih banyak menggunakan kentungannya untuk konsumsi gaya hidup ketimbang memasukkannya kembali ke dalam bisnis menjadikan laba yang ditahan sebagai modal untuk memperbesar usaha. Bagi mereka inilah esensi dari ”passive income” yang banyak diajarkan di dunia ”mimpi” jalur cara cepat menjadi kaya.

Tak ada resep lain berbisnis yang sehat selain membangun proses yang benar. Dan proses yang benar inilah yang menjadikan perusahaan-perusahaan nasional naik kelas, menjadi sebesar Astra International, Indofood, Bank Mandiri atau BNI, Triputra, Adira, dan seterusnya. Mereka rela menunda kenikmatan hari ini untuk menikmati ketenangan di hari tua

No comments:

Post a Comment