Search This Blog

Tuesday, March 29, 2011

Proses dalam meraih tujuan

Jangan pernah menyerah dalam mempraktekkan filosofi semut dalam hidup anda. Jika anda belum berhasil mencapai tujuan anda, bukan berarti anda pasrah terima nasib, tetapi usaha lagi, putar otak lagi, cari jalan lagi, usaha lagi, terus berusaha lebih keras lagi, jauuuuuh lebih keras lagi, sampai tujuan anda tercapai, karena sukses adalah sebuah proses, proses dalam meraih tujuan.
be well,
Dwika - Managing Consultant


NO SEAT LEFT……sudah penuh!

**www.joehartanto.com
Beberapa waktu yang lalu, lagi lagi ada yang mempertanyakan apa yang saya ajarkan di buku dan workshop : “Pak Joe, rasanya kok sulit ya, mempraktikkan yang bapak ajarkan di buku dan workshop?” Biasanya jawaban singkat saya adalah seperti ini “Terjadilah seperti kehendak anda, apa yang ada dipikiran anda, menjadi kepercayaan anda, jika anda percaya bahwa ini sulit bagi anda, maka itulah kenyataannya, jika anda pikir ini tidak mungkin bagi anda, itulah juga kenyataannya. Hidup anda adalah apa yang anda pikirkan. Demikian pula sebaliknya, jika anda pikir mudah dan mungkin dilakukan, maka itulah yang akan anda dapatkan”. Untuk memperjelas jawaban di atas , saya akan sharing salah satu pengalaman yang saya alami dalam perjalanan saya ke India bulan lalu, dimana saya berhasil merubah sesuatu yang tampaknya tidak mungkin bagi kebanyakan orang, menjadi mungkin bagi saya pada waktu itu.
Seperti saya ceritakan dalam artikel sebelumnya, dalam perjalanan dari bandara menuju stasiun kereta api, saya mengalami berbagai kejadian mengejutkan diluar dugaan, dan ternyata setelah sampai di stasiun, ada satu kejadian lebih mengejutkan yang menanti saya……..apa itu??
Sebelum berangkat ke India saya sudah melakukan berbagai riset, persiapan dan pemesanan tiket perjalanan melalui internet. Dan saya merasa semua persiapan saya itu sudah cukup. Ternyata setibanya di stasiun, sewaktu saya mau mendapatkan tiket yang asli, saya baru tahu bahwa pemesanan tiket yang saya pegang, statusnya waiting list. Dan karena keretanya penuh, jadi saya tidak bisa berangkat … Wauduh…. Gimana nih, saya mulai panik, sambil agak kesal dengan kelalaian saya sendiri. Setengah tidak percaya atas informasi dari petugas loket, saya pergi menemui kepala stasiun kereta api, yang meminta saya untuk kembali ke loket tadi, dan menemui petugas yang berbeda (sambil berharap mendapat jawaban yang berbeda), ternyata setelah status saya di lihat di layar komputer, memang waiting list…. Kereta penuh, saya tidak bisa naik. Oww saya betul betul kena panic attack, merasa ‘hopeless’….., jadwal tinggal setengah jam lagi, sementara saya baru tahu kalau tiket yang saya pesan tidak berlaku, karena kereta penuh.
Tapi prinsip saya adalah tidak boleh menyerah dengan keadaan, usaha terus sampai detik terakhir. Saya berusaha mencari siapa saja yang terlihat bisa membantu saya, mulai dari petugas stasiun sampai calo tiket. Salah satu calo tiket yang saya temui menyarankan saya untuk beli tiket lagi yang kelas umum (tidak pake nomor kursi), seharga hanya 100 rupee (sekitar Rp.20 ribuan). Karena tidak ada pilihan lain, saya pikir saya coba saja deh. Setelah dapat tiketnya, saya agak lega sedikit, sambil membayangkan seperti apa ya model kereta yang tanpa nomor tempat duduk itu???….
Sambil menunggu kereta datang, saya melihat kanan kiri, siapa tahu ada yang bisa saya ajak ngobrol untuk gali informasi tentang India, setelah berjalan beberapa puluh meter ke samping, betapa senangnya saya ketika melihat 2 orang bule memakai jubah Tibetan Buddhist Monk (Bikkhu), langsung saja saya dekati dan tanya, apakah mereka sedang menunggu kereta yang sama dengan saya, dan ternyata mereka 2 orang Bikkhu bule dari US yang juga menuju ke Dharamsala untuk menghadiri acaranya Dalai Lama, wahhh…. betapa senangnya, (rasanya seperti menemukan “hot deal” ha3x…) bertemu dengan teman seperjalanan dengan tujuan yang sama, yang sekaligus bisa saya jadikan penunjuk jalan, karena setelah 8 jam naik kereta malam, kami masih harus ganti beberapa kendaraan lagi untuk menuju ke Dharamsala.
Tidak lama kereta datang, kami berpisah, karena saya masih harus berjuang mencari gerbong saya yang tanpa nomor kursi. Alangkah terkejutnya saya, ketika melihat gerbong kereta kelas umum ….. para penumpang berebutan naik ke gerbong, ada yang dorong dorongan lewat pintu ada juga yang loncat lewat jendela, wah …. suasananya persis seperti suasana kereta api mudik lebaran di stasiun Senen, Jakarta. Wuaduh …masa saya harus naik kereta malam seperti ini, selama minimal 8 jam…. tempat untuk berdiri saja sulit, bahkan saya tidak bisa masuk ke gerbong, karena para penumpang sudah berjejalan dan bergelayutan di pintu.
Akhirnya saya berusaha cari seorang petugas berseragam, yang tampak seperti kondektur. Saya minta tolong dia untuk carikan saya tempat duduk di gerbong lain yang berAC, jawabannya adalah “No seat left” tidak ada kursi lagi, artinya pilihan saya cuma naik di gerbong kelas umum, tanpa AC, tanpa tutup jendela, tanpa tutup pintu, berjejalan dengan para penumpang lainnya …. Pantang menyerah! saya dekati petugas kondektur lainnya, saya ada bicara dengan 6 atau 7 orang kondektur lainnya, tapi jawabannya semua sama, mereka tidak bisa bantu saya…… setengah putusasa, saya mencari gerbong 2 Bikkhu bule itu, mereka berada di kelas yang lebih manusiawi, walau tanpa AC tapi bisa untuk tidur (sleeper class), yang agak pengap dan berbau pesing…. dan ternyata juga sudah penuh sekali. Saya katakan pada mereka, mungkin saya akan naik kereta besok malamnya saja, sampai jumpa di Dharamsala. Saya pamit dengan mereka, sambil diserang perasaan ‘hopeless’ kembali…..
Tapi kemudian muncul di pikiran saya seperti ini, “masa sih, nggak bisa bareng dengan mereka naik kereta ini?, ayo masak kamu menyerah, terus usaha lagi, sebelum kereta benar benar berangkat, artinya masih ada kesempatan….” (hot deal begini bagus kok dilepas…). Kemudian saya memutuskan untuk terus usaha lagi, saya mendekati salah satu petugas kondektur yang sebelumnya sudah menolak saya, dengan wajah dan suara memelas, saya katakan “please help me to get to this train, I could seat everywhere, I really need to get to Dharamsala tomorrow morning”, mungkin karena kasihan dan juga melihat kegigihan saya, akhirnya dia suruh saya naik ke gerbong, dia akan coba carikan tempat duduk untuk saya setelah kereta jalan.
Dan ternyata……. perjalanan malam itu, saya bisa tidur nyenyak di kelas gerbong kelas VIP AC Sleeper class, dalam kabin tempat tidur yang satu kamarnya hanya isi 4 orang saja…… sambil bersyukur, saya merenung, keberhasilan saya naik kereta VIP AC Sleeper class malam itu, adalah hasil dari usaha dan sikap pantang menyerah yang saya pegang selama ini, saya berbicara dan negosiasi dengan lebih dari 10 orang (petugas penjaga loket, kepala stasiun, wakil kepala stasiun, calo tiket, dan beberapa orang kondektur.), walau ditolak berkali kali, saya pantang menyerah begitu saja dengan keadaan yang ada. Ternyata filosofi semut berhasil juga saya praktekkan dalam menghadapi terjadinya masalah, di negara asing yang bahasa dan budayanya tidak saya mengerti (bagi yang belum mengerti apa itu filosofi semut, silakan baca penjelasannya di buku Property Cash Machine).
Kesimpulannya, jangan pernah menyerah dalam mempraktekkan filosofi semut dalam hidup anda. Jika anda belum berhasil mencapai tujuan anda, bukan berarti anda pasrah terima nasib, tetapi usaha lagi, putar otak lagi, cari jalan lagi, usaha lagi, terus berusaha lebih keras lagi, jauuuuuh lebih keras lagi, sampai tujuan anda tercapai, karena sukses adalah sebuah proses, proses dalam meraih tujuan.

No comments:

Post a Comment