be well,
Dwika - Managing Consultant
Rhenald Kasali
Rhenald Khasali barangkali terbilang satu-satunya ahli bedah bisnis yang piawai di negeri ini . setidaknya untuk satu bidang bisnis tertentu. Ulasan-ulasan bisnisnya (khususnya di bidang iklan dan pemasaran) yang bernas, tajam, dan tak njelimet bisa disimak di sejumlah media. Apakah itu di media cetak, elektronik, seminar, atau pun di puluhan buku yang telah ditulisnya. Boleh dibilang, persoalan bisnis yang rumit bila dibedah Rhenald terasa mudah dimengerti, oleh awam sekalipun.Namun, siapa nyana sang .dokter bedah. bisnis pernah tak naik kelas saat kelas lima sekolah dasar. Peristiwa itu sangat memalukannya. Rhenald begitu
terpukul. .Waktu itu, saya menganggap orang tidak naik kelas itu adalah orang bodoh,. katanya. Beruntung, ia tak berlarut-larut. Ia kemudian
berintrospeksi dan hal ini melecutnya untuk rajin belajar. .Kalau tidak ada peristiwa itu, mungkin saya tidak akan berubah.
Selain itu, orang tuanya juga selalu membimbing Rhenald. Misalnya, kalau mau ujian di sekolah, orang tuanya selalu mengajak berdoa. “Doa orang tua saya itu sederhana sekali, ‘Kalau memang anak saya itu mampu, berikan dia kesempatan’,” tutur Rhenald menirukan doa yang senantiasa dipanjatkan Sonya Andrea Kelin, ibunda tersayangnya.
Sangat marah dan cemas bila anaknya membolos sekolah, Nyonya Kasali selalu memberi semangat. Rhenald ingat betul bagaimana ibunya sering menjemputnya di sekolah dan memboncengnya dengan sepeda. Lalu, masih menggunakan sepeda kayuhnya, sang ibu suatu hari mengajak Rhenald ke Pasar Taman Puring, Kebayoran, untuk membeli sepatu bekas. “Saat itu ibu memang hanya mampu membelikan sepatu bekas, karena anaknya lima orang,” katanya mengenang.
Ketika sudah menikah dan mengajar di UI, penyebar semangatnya adalah sang istri tercinta. Misalnya, saat ia mau berhenti bekerja lantaran terlalu banyak intrik dan klik, istrinya melarang. Menurut Nyonya Elisa R. Khasali, di kampus itu bukan cuma dunia idealisme. Di sana merupakan tempat orang meniti karir dan mencari nafkah, sehingga kepentingannya beragam. Dengan kata lain, ada persaingan yang harus dipahami secara arif.
Meski sebagai ahli bedah bisnis, Rhenald tak ingin mencetak anak-anaknya supaya menjadi pakar bisnis. Menurut dia, anak-anaknya mempunyai masa depan sendiri. Mereka hanyalah titipan Tuhan. Baginya, bila mereka sudah menjadi anak yang bermoral baik, itu jauh lebih baik. Yang penting, mereka bisa menghidupi diri sendiri dan berguna bagi orang lain. Makanya, di sekolah pun mereka tak dituntut supaya mendapat peringkat sepuluh besar segala. “Saya tidak mau anak-anak saya menghabiskan energi hanya untuk mengejar ranking,” ia menandaskan.
Bagi Rhenald, pendidikan kepekaan sosial bagi anak-anak jauh lebih penting ketimbang ilmu pengetahuan. Karena itu, ia pun kemudian memboyong keluarganya memilih tinggal di kampung, bukan di sebuah kompleks perumahan. Dengan tinggal di sana, anak-anaknya bisa bergaul dengan anak-anak di kampung – yang notabene berasal dari keluarga strata menengah ke bawah. Itu, tentu saja, bisa mengajak mereka untuk melihat realitas sosial yang ada di sekitarnya.
Dulu Rhenald menyukai olahraga tenis. Tapi karena menurut dokter tidak cocok untuk dirinya – bisa memacu tensi darah – tenis ia tinggalkan. Kini, waktu luangnya diisi dengan berkebun. Ia memiliki sebidang tanah di rumahnya di bilangan Pondok Gede, di timur Jakarta. Di atas lahan seluas 300 meter persegi itu, ia menanami aneka pohon buah-buahan. Antara lain, mangga, jambu, nangka, rambutan, dan delima.
Ke depan, sebagai seorang doktor ilmu bisnis, Rhenald mempunyai sebuah obsesi. Ia ingin mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia yang masih sangat birokratis menjadi entrepreneurship dan leadership.
No comments:
Post a Comment