Search This Blog

Tuesday, March 22, 2011

Media Sosial

Zaman sudah berubah. Berkat media sosial, kabar bagus dan buruk mudah beredar secepat kilat.
be well,
Dwika - Managing Consultant





Makan Malam Berujung Gugatan

fried-ricePada sebuah malam di sebuah restoran nasi goreng di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Seorang narablog, Widianto H. Didiet alias Widi, dan istrinya mampir. Bagi pencinta kuliner ini mengunjungi sebuah restoran memang wajib hukumnya. Apalagi jika restoran itu baru atau belum pernah didatangi.
Siapa sangka kunjungan Widi ke restoran nasi goreng di Kemang itu ternyata berakhir dengan kekecewaan. Di blognya, ia menulis, “Aku mencicipi nasi goreng buntut yang direkomendasikan oleh pelayan restoran itu dan rasanya HAMBAR! Sayang sekali, karena nasi goreng adalah judul dari restoran ini? harga Rp 45 ribu untuk nasi goreng seperti itu sangat berlebihan.”
Kekecewaan Widi bertambah ketika sebagai konsumen dia merasa tak dihargai secara layak. Ketika tengah menyantap makanan, dia dipaksa memindahkan sepeda motornya yang diparkir di depan ke tempat lain. Padahal ada sepeda motor lain yang lebih bagus diperbolehkan parkir di depan. Ia lalu menuliskan semua kekecewaan itu di blog.
Keluhan Widi yang muncul di blog Kompasiana itu rupanya memicu kontroversi. Beberapa orang menyetujui dan mendukung Widi, sebagian lainnya mengomentari dengan sinis. Seseorang yang mengaku sebagai pengacara dari restoran itu bahkan ikut berkomentar. Dia meminta Didiet menghubungi dan memberi batas waktu tertentu. Jika sampai batas waktu tersebut dia tak dihubungi, dia akan melayangkan gugatan, baik perdata maupun pidana.
Terus terang saya belum tahu bagaimana kelanjutan ancaman itu. Tapi saya merasa rencana itu berlebihan. Di era ketika konsumen menjadi prosumen, sudah jamak bila ada narablog yang menuliskan kesan dan pendapatnya tentang produk ataupun layanan di blognya, termasuk pengalaman bersantap di sebuah restoran. Mereka bisa saja menulis lezatnya makanan yang disajikan, ramahnya pelayanan, ataupun kondisi restoran yang disinggahinya.
Tulisan mereka tentu saja sangat subyektif, apa adanya. Jika mereka merasa puas terhadap sebuah tempat makan, mereka pun pasti menuliskannya secara baik-baik. Restoran yang kebetulan menerima limpahan pujian tentu akan memperoleh manfaat dari tulisan tersebut. Tulisan itu menjadi semacam promosi gratis yang jujur. Sebaliknya, bila narablog kecewa terhadap sebuah layanan, mereka mungkin juga akan mengkritik habis-habisan. Tapi kritik semacam ini adalah respons yang berguna untuk memperbaiki kualitas produk atau layanan.
Menurut saya, apa yang dilakukan oleh para narablog seperti Widi itu sah-sah saja, asalkan memang sesuai dengan fakta dan kenyataan. Sepanjang kritik mereka masuk akal dan dilandasi oleh niat baik, pihak yang mendapat keluhan layak berlapang dada dan menerimanya sebagai masukan.
Narablog bukanlah jurnalis yang harus melaporkan sesuatu sesuai dengan kaidah jurnalistik yang mengutamakan prinsip verifikasi, check and recheck, ataupun keseimbangan tulisan. Mereka tak wajib meminta pendapat pemilik produk atau layanan yang ditulis. Tulisan mereka semata-mata opini, yang bisa saja mencoreng reputasi sebuah produk atau layanan, atau malah sebaliknya.
Menggugat mereka adalah langkah yang keliru dan lemah secara hukum. Seandainya saya pemilik restoran itu, saya justru akan memperbaiki layanan. Saya juga akan mengundang Widi lagi dengan suguhan dan layanan yang lebih bagus daripada yang pernah dia bayangkan. Sebab, menurut saya, pelanggan berhak mendapatkan yang terbaik dari restoran saya. Bukan gugatan. Saya pun yakin langkah ini akan membuat Widi mengubah pendapat dan kesannya terhadap restoran saya.
Zaman sudah berubah. Berkat media sosial, kabar bagus dan buruk mudah beredar secepat kilat. Siapa pun tentu tak ingin bisnisnya runyam hanya gara-gara salah merespons, seperti yang pernah terjadi dalam kasus Prita Mulyasari versus Rumah Sakit Omni Tangerang.
Pelanggan adalah raja. Mereka layak mendapat layanan yang lebih dari yang diharapkan. Mengecewakan mereka, apalagi sampai menggugat, bisa jadi bumerang. Reputasi bisa rusak dan pelanggan pergi.

No comments:

Post a Comment